Mantan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi Diperiksa KPK, Soal Kasus Apa?

27 Maret 2024, 19:42 WIB
Mantan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi Diperiksa KPK, Soal Kasus Apa? /PMJ News

 

BANDUNGRAYA.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar pemeriksaan terhadap mantan Wali Kota Bekasi periode 2012–2022, Rahmat Effendi, dalam rangka penyidikan kasus dugaan korupsi pemerasan di lingkungan Rutan Cabang KPK yang melibatkan tersangka Plt. Kepala Rutan KPK Achmad Fauzi beserta rekan-rekannya.

"Hari ini, di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Cibinong, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi Rahmat Effendi (mantan Wali Kota Bekasi 2012–2022) dan Firjan Taufa (mantan pegawai BUMN)," ungkap Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri.

Pemeriksaan terhadap Rahmat Effendi dan Firjan Taufa dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Cibinong karena Rahmat Effendi sedang menjalani hukuman badan dalam kasus korupsi yang juga ditangani oleh KPK.

Selain itu, tim penyidik KPK juga memeriksa mantan direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur 1990–2021, Rudi Hartono Iskandar, di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang.

Lebih lanjut, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap tiga saksi di Polres Pemalang, Jawa Tengah.

Para saksi tersebut adalah Komisaris PT Aneka Usaha Pemalang Arum Indri Hardhani, pensiunan PNS Sri Ngartinah, dan Kasi Pelayanan Kecamatan Comal Kusuma Mahardika.

Pada Jumat 15 Maret 2024, KPK secara resmi menahan dan menetapkan 15 orang pegawainya sebagai tersangka dalam kasus pungutan liar dan pemerasan di Rumah Tahanan Negara Cabang KPK.

Para tersangka tersebut, antara lain Kepala Rutan KPK saat ini, Achmad Fauzi, mantan petugas Rutan KPK Hengki, mantan Plt Kepala Rutan KPK Deden Rochendi, serta beberapa petugas Rutan KPK lainnya.

"Modus yang dilakukan oleh Hengki dan rekan-rekannya terhadap para tahanan antara lain memberikan fasilitas eksklusif seperti percepatan masa isolasi, layanan menggunakan handphone dan powerbank, serta informasi tentang inspeksi mendadak," ungkap Asep.

Besar uang yang diberikan untuk mendapatkan layanan-layanan tersebut bervariasi, mulai dari Rp300 ribu hingga Rp20 juta, yang kemudian disetorkan secara tunai atau melalui rekening bank penampung.

Besar uang yang diterima para tersangka juga bervariasi sesuai dengan posisi dan tugas yang diemban per bulan, mulai dari Rp500 ribu hingga Rp10 juta.***

Editor: Resa Mutoharoh

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler