Tidak Hanya untuk Wisata, 5 Situs Tua di Indonesia ini Punya Sejarah yang Perlu Diketahui

- 22 September 2023, 18:23 WIB
Tidak Hanya untuk Wisata, 5 Situs Tua di Indonesia ini Punya Sejarah yang Perlu Diketahui
Tidak Hanya untuk Wisata, 5 Situs Tua di Indonesia ini Punya Sejarah yang Perlu Diketahui /Twitter.com/@BPPTKG

BANDUNGRAYA.ID - Salah satu cara untuk menyegarkan diri dan pikiran dari penatnya berbagai kegiatan seperti sekolah ataupun pekerjaan adalah dengan berwisata. Namun akan lebih baik lagi jika sesekali kita mengunjungi tempat bersejarah, karena selain berwisata itu juga akan menambah pengetahuan. 

Dilansir dari akun instagram resmi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, berikut 5 Situs tua di Indonesia yang perlu diketahui sejarahnya:
 
1. Gunung Padang
 
Keberadaan Situs Gunung Padang dilaporkan pertama kali Nicolaas Johannes Krom dalam tulisannya yang berjudul Rapporten Oudheidkundige Dienst (Buletin Dinas Kepurbakalaan) tahun 1914.
 
Kemudian, Krom melaporkan bahwa di puncaknya terdapat empat teras yang tersusun dari batu kasar serta dihiasi batu andesit dan di setiap teras terdapat gundukan tanah yang ditimbuni batu.
 
Karena keterbatasan akses, temuan bersejarah Situs Gunung Padang sempat terlupakan selama beberapa dekade. Hingga ditemukan kembali pada tahun 1979.
 
Masyarakat setempat melaporkan tentang keberadaan tumpukan batu-batu persegi besar dengan berbagai ukuran yang tersusun dalam suatu tempat berundak pada pemerintah.
 
Menurut salah satu penelitian oleh Laboratorium Beta Analityc, Miami, Florida, lapisan dengan kedalaman 5-12 meter dari situs berusia 14.500-25.000 SM alias lebih tua dari Piramida Mesir. 
 
Lokasi: Kp. Gunung Padang, Karyamukti, Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat
 
2. Lebak Cibedug
 
Bersumber dari buku Database Cagar
Budaya Kabupaten Lebak, BPCB Provinsi Banten, Punden berundak Lebak Cibedug diperkirakan dibangun pada masa kehidupan manusia hidup menetap, bercocok tanam, dan beternak atau setingkat masa neolitik (2500-1500 SM).
 
Pada masa itu, manusia telah mengenal sistem religi yang diwujudkan dengan ritual menghormati roh-roh nenek moyang.
 
Roh-roh nenek moyang dipercayai telah bersinergi bersama alam sekitar tempat mereka tinggal, sehingga memiliki kekuatan yang mampu memberikan anugerah ataupun bencana terhadap masyarakat melalui fenomena alam yang terjadi.
 
Untuk mewujudkan gagasan abstrak itu, masyarakat pada masa tersebut membangun monumen-monumen sebagai sarana peribadatan mereka. Roh-roh nenek moyang dipercaya bersemayam di tempat yang tinggi (menunjukkan kedudukannya yang jauh lebih tinggi dari manusia biasa).
 
Tempat tinggi tersebut selalu diasosiasikan dengan surga, kahyangan, parahyangan, dsb.
Konsep bentuk atau pola bangunan pemujaan semacam punden berundak masih terus digunakan dan berkembang hingga pengaruh Hindu-Buddha masuk ke Indonesia. 
 
Lokasi: Kampung Cibedug, Kelurahan Citorek Barat, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak.
 
3. Candi Borobudur
Dinasti Sailendra membangun peninggalan Budha terbesar di dunia antara tahun 780-840 Masehi. Peninggalan ini dibangun sebagai tempat untuk melakukan pemujaan Budha dan tempat ziarah.
 
Tempat ini berisi petunjuk agar manusia bisa menjauhkan diri dari nafsu dunia dan menuju pencerahan dan kebijaksanaan menurut Buddha. Peninggalan ini ditemukan oleh Pasukan Inggris tahun 1814 di bawah pimpinan Sir Thomas Stanford Raffles. Area candi berhasil dibersihkan seluruhnya sekitar tahun 1835.
 
Borobudur dibangun dengan bergaya Mandala yang mencerminkan alam semesta dalam kepercayaan Buddha. Struktur bangunannya berbentuk kotak dengan empat pintu masuk dan titik pusatnya berbentuk lingkaran. Jika dilihat dari luar hingga ke dalam akan terbagi menjadi dua bagian yaitu alam dunia yang terbagi menjadi tiga zona di bagian luar, dan alam Nirwana di bagian pusat.
 
Lokasi: Jl. Badrawati, Kw. Candi Borobudur, Borobudur, Kec. Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. 
 
4. Candi Kethek
Candi Kethek dilaporkan sejak tahun 1842, tetapi penggalian oleh Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah bekerja sama dengan Jurusan Arkeologi Universitas Gadjah Mada dan Pemerintah Kabupaten Karanganyar baru dilakukan pada 2005.
 
Dengan hasil bahwa Candi Kethek merupakan candi bercorak Hindu, yaitu ditemukannya arca kura-kura pada undakan paling bawah di teras pertama yang merupakan jelmaan Dewa Wisnu, salah satu dewa dalam keyakinan Hindu. 
 
Serupa dengan Candi Ceto dan Candi Sukuh yang berada di satu kawasan, yaitu punden berundak dengan ciri khas bangunan warisan budaya Megalitikum diperkirakan pada sekitar abad XV – XVI Masehi.
Lokasi: Anggrasmanis, Gumeng, Kec. Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. 
 
5. Candi Sukuh
Candi Sukuh pertama kali ditemukan oleh Johnson pada tahun 1815 , Residen Surakarta. Awal mulanya, Johnson hanya melakukan penelitian untuk mengumpulkan data-data guna menulis buku the History Of Java yang telah dilakukan oleh Thomas Stamford Raffles. 
 
Setelah masa pemerintahan Britania Raya berakhir, Van Der vlies yang merupakan arkeolog Belanda melakukan penelitian pemugaran pertama yang dimulai pada 1928. Fakta tersebut menunjukkan bahwa Candi Sukuh telah ada sejak saat itu dan sampai kini masih terawat.
Lokasi: Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. 

Editor: Raabi Ghulamin Halim


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x