Trend “Egg Cracking On Kid” di TikTok, Apa Dampaknya Bagi Anak? 

- 24 Agustus 2023, 08:23 WIB
Trend “Egg Cracking On Kid” di TikTok, Apa Dampaknya Bagi Anak? 
Trend “Egg Cracking On Kid” di TikTok, Apa Dampaknya Bagi Anak?  /Tangkapan layar/YouTube Sisi Terang

 

BANDUNGRAYA.ID - Di Tiktok pada beberapa akun yang rata rata berdomisili di luar negeri terdapat sebuah trend yang bernama “Egg Cracking On Kid”.

Trend ini merupakan konten dalam sebuah video yang mana orang tua yang sedang “bercanda” melakukan prank pada anaknya dengan memecahkan telur pada kepala atau dahi sang anak. 

Dari beberapa video yang telah diunggah, terlihat berbagai ekspresi yang ditunjukkan oleh sang anak yang telah terkena prank tersebut. Ada yang kaget, marah, nangis, atau bahkan menunjukkan muka tidak sukanya diperlakukan seperti itu.

Baca Juga: Viral! Niat Ngebucin di Pantai Malah Terekam Bocah Terseret Ombak, Teriakan Minta Tolong Sempat Diabaikan!

Menurut ahli psikologis Disya Arinda dalam cuitan di akun twitternya @disyarinda mengungkapkan bahwa trend ini pastinya membawa dampak psikologis bagi anak yang dijadikan lelucon atau yang dikerjain oleh sang orang tua.

Anak yang sering dijadikan objek sebagai konten lelucon atau becandaan atau yang memang disengaja untuk dikerjai (istilah trend nya adalah prank) dan dipublikasikan melalui media sosial, hal ini memiliki dampak yang lebih besar daripada yang kita kira.

Bandungraya.id akan merangkum apa saja dampak buruknya bagi anak jika melakukan prank dan diunggah melalui media sosial.

Baca Juga: Sound Viral TikTok 'Ketika Kita Mencintai Seseorang Harus Seperti Anak Kecil', Ternyata dari Film Ini

Dampak pertama:

Adanya trust issue yang berkembang dari anak terhadap orang tua

Saat anak diajak masak bersama, lalu sang anak sudah semangat namun orang tua malah mengerjainya. Jika kejadian ini sering terulang, maka anak akan mempelajari pola perilaku orang tua. 

Anak akan mengasumsikan bahwa aktivitas yang dilakukan bersama orang tua nantinya kemungkinan akan dikerjain atau di prank. 

Terutama diperkuat dengan adanya kamera yang diletakkan saat beraktivitas, atau terdapat beberapa orang tertentu yang ikut terlibat dalam aktivitas.

Dampak ke dua: 

Risiko anak menormalisasi dirinya sbg objek lelucon. Hal ini akan membuat anak jadi lebih rentan mengalami bullying. 

Mereka pikir mereka pantas ditertawakan, sudah biasa dikerjain untuk dijadikan sebagai bahan becandaan, dan lain-lain. 

Sense of worth yang seharusnya dimiliki anak menjadi sulit berkembang dengan sehat. Perkembangan emosi juga berisiko kurang adaptif karena anak yg sering di-prank seringnya dibilang “cuma becanda doang, jangan nangis ya.”

Dampak 3:

Risiko anak menormalisasi seseorang menjadi objek lelucon.

Kalau hal ini mungkin saja membuat sang anak yang justru menjadi salah satu yang menjadi bagian dari perundung (pelaku bullying) 

Anak yg sering dikerjain bisa saja merasa ini kegiatan yg biasa dan wajar, yang mana kegiatan ini bisa menyasar kepada siapa pun.

“Ortuku bilang mereka begini karena cuma becanda, aku pun begini ya karena cuma becanda.” Sebagai salah satu contoh pemikiran yang akan dimiliki oleh anak.

Dampak 4:

Risiko anak tumbuh dengan ketidakmatangan emosi dan kecerdasan emosional yg buruk.

Anak yg sering jadi objek becandaan dan di-prank mungkin saja sering merasa kesal, tidak nyaman, takut, sedih, dan lainnya.

Tapi jika emosinya tidak dibantu untuk dikelola dan prank terus dilakukan oleh orang tua, maka mungkin akan mengalami kemarahan atau frustrasi yg dipendam oleh anak.

Efeknya bisa destruktif ke diri, keluarga, relasi, bahkan sosial.

Dampak 5:

Risiko anak tumbuh dgn self-esteem yg rendah sehingga rentan mengalami depresi, gangguan kecemasan, gangguan kepribadian, masalah akademik, dan masalah kesehatan.

Coba saja dibayangkan jika kita sebagai anak, wajah kita di-prank tersebar di jagad maya oleh orang tua sendiri.

Lalu video tersebut ditonton oleh banyak orang asing, dikomen, diedit, lalu bentuk visual dari video tersebut tetap ada bertahun-tahun sampai beranjak dewasa. 

Pastinya itu akan menjadi trauma tersendiri bagi anak.

Jadi kalau mau becanda sama anak mesti bagaimana yang baik dilakukan oleh orang tua? 

1. Pastikan kegiatannya aman untuk fisik dan juga mental anak (tidak berbahaya, tidak menakutkan).

2. Perhatikan perubahan ekspresi dan perilaku anak, kalau lihat anak mulai tidak nyaman, tanyakan lalu berhenti.

3. Beri pilihan pada anak, untuk menentukan mau main apa dan bagaimana cara mainnya.

4. Minta maaf dan jelaskan apa yg terjadi jika anak merasa tidak nyaman.

5. Jangan jadikan orang lain sebagai objek lelucon bersama anak.

Nah itu dia dampak yang dapat dialami oleh anak, dan juga solusi yang baik saat bermain bersama anak. Semoga bermanfaat!***

Editor: Resa Mutoharoh


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x