Siapa yang Harus Disalahkan? Banjir di Kota Bandung Hari Ini Adalah Buah 'Kegagalan' 10 Tahun Lalu

25 Desember 2020, 18:30 WIB
Ilustrasi banjir. /BPBD

PR BANDUNGRAYA - Kota Bandung yang dikenal sebagai kota tujuan wisata ini mulai mengalami dampak buruk dari segi lingkungan.

Pembangunan besar-besaran salah satunya menjadi alasan mengapa permasalahan di Kota Bandung seakan tak kunjung teratasi.

Bencana banjir yang cukup tinggi di beberapa titik Kota pada Kamis 24 Desember 2020 menimbulkan kekhawatiran-kekhawatiran lain bagi warga.

Baca Juga: Soal 'Upah' Rp14 Triliun untuk Normalisasi Hubungan Israel, Fadli Zon: Sangat Menghina Indonesia

Sebagaimana dilaporkan PRFM News dalam artikel "Banjir Bandang Terjang Bandung, Walhi: Kurangnya Ruang Terbuka Hijau", Direktur Eksekutif Walhi Jabar Meiki W Paendong menyatakan, banjir yang terjadi dalam beberapa hari terakhir ini di wilayah Bandung dan sekitarnya merupakan sebuah konsekuensi dari pembangunan sebelumnya.

Selain imbas dari pembangunan sebelumnya, banjir ini pun dia sebut disebabkan karena kurangnya ruang terbuka hijau (RTH) di sekitaran Bandung yang seharusnya ada sebagai area resapan.

"Menurut kami ini sudah menjadi konsekuensi dari penataan ruang 10 - 20 tahun ke belakang, ini konsekuensi karena sekarang sudah banyak kawasan yang terbangun, kurangnya ruang terbuka hijau yang akhirnya air larian kalau di saat musim hujan semakin banyak mengalir ke sungai yang berdampak pada luapan sungai itu sendiri," kata Meiki saat on air di Radio PRFM 107,5 News Channel, Kamis 24 Desember 2020.

Baca Juga: Peneliti Turki Ungkap Tingkat Efektif dan Efek Samping Vaksin Covid-19 Sinovac dari Tiongkok

Bahkan, kata Meiki, perubahan fungsi area resapan di Kawasan Bandung Utra (KBU) memperparah kondisi banjir di wilayah cekungan Bandung.

Dengan berkurangnya resapan air di kawasan utara, maka saat terjadi hujan maka air akan deras mengalir ke bawah dan tak tertampung sungai hingga akhirnya menyebabkan banjir.

Selain itu, Meiki menilai meski ada kewajiban penyediaan ruang terbuka hijau pada area privat seperti hotel dan tempat wisata di KBU, itu banyak difungsikan sebagai area resapan, melainkan lebih difungsikan sebagai area estetika.

Baca Juga: 'Rangkul Semua' Jadi Pesan Mendalam Gus Mus saat Dikunjungi Menag Gus Yaqut

"Rata-rata (lahan) privat kan mereka kalau mau diaudit lingkungan itu hampir rata-rata tidak menyediakan 10 persen ruang terbuka hijau. Kalaupun ada itu sifatnya bukan ruang terbuka hijau alami tapi hanya estetika saja," tutur dia.

Dengan kondisi ini, Meiki mengajak semua pihak untuk memahami jika di tengah kondisi ini ruang terbuka hijau menjadi sangat penting dan dibutuhkan karena berfungsi sebagai pengikat air di daerah atas agar tak menyebabkan banjir di kawasan bawah.

"Memang masih perlu ada sosialisasi arti penting bahwasannya punya pekarangan yang bisa meresap air, jadi jangan ditembok," ucapnya.*** (Rifki Abdul Fahmi/PRFM News)

Editor: Fitri Nursaniyah

Sumber: PRFM News

Tags

Terkini

Terpopuler