Sempat Jadi Artis Jalanan di Yogyakarta, Ini Perjalanan Hidup Pejabat Transpuan Hendrika Kelan

15 Agustus 2020, 11:40 WIB
Hendrika Mayor Kelan, Ketua Badan Permusyawaratan Desa Habi, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Pejabat politik transpuan pertama di Indonesia. /Dok. DW

PR BANDUNGRAYA - Hendrika Mayora Kelan (34) merupakan pejabat publik transpuan pertama di Indonesia.

Hingga enam tahun ke depan, Hendrika Kelan akan mengemban tugas sebagai Ketua Badan Permusyawaratan Desa Habi, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur.

Nusa Tenggara Timur sendiri merupakan salah satu provinsi yang terletak di bagian selatan Indonesia dengan jumlah penduduk 320.000 orang di mana mayoritas beragama Katolik.

Baca Juga: Dituding Ikut Promosikan RUU Ciptaker, Ardhito Pramono Sampaikan Maaf, Akui Akan Kembalikan Honornya

Walaupun kini Hendrika Kelan telah menjadi orang penting di Desa Sika, masa lalu yang ia hadapi cukup berat dan rumit. Terlebih soal penerimaan terhadap diri sendiri bahwa ia memiliki orientasi seksual yang berbeda dengan orang-orang pada umumnya.

Hendrika Kelan sejak kecil telah dididik menjadi anak yang saleh. Sebelum memutuskan untuk menjadi wanita, Hendrika Kelan adalah seorang bruder di Gereja Katolik.

Sebagai seorang Katolik yang taat, Hendrika Kelan tentu bergumul dengaan pergulatan antara identitas seksual dan keyakinannya.

Baca Juga: V BTS Pamer Jidat saat Pidato Kemenangan Soribada Awards 2020, ARMY: Gantengnya Gak Manusiawi

Hendrika Kelan lahir pada Agustus 1986, dia diberi nama laki-laki Henderikus.

Hendirka Kelan mengaku telah merasa seperti perempuan sejak duduk di bangku sekolah dasar. Ia kerap kali memakai riasan dan bermain dengan mainan anak perempuan.

"Saya sudah merasa berbeda dari anak laki-laki. Tapi karena tekanan keluarga, saya terus bertahan sebagai anak laki-laki," ucap Hendrika Kelan sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-bandungraya.com dari DW, Sabtu 15 Agustus 2020.

Baca Juga: Sejarah Hoaks: Ditemukan Sejak Abad Ke-16, Berikut Kumpulan Buktinya dari Masa ke Masa

Ketika masih kecil, keluarga Hendrika Kelan pindah ke Papua. Di sana Hendrika Kelan masuk sekolah seminari Katolik dan menjadi frater.

"Saya memiliki semangat untuk melayani orang lain," katanya.

Namun selama itu, ia juga berjuang untuk menerima identitasnya dan mendamaikan keyakinannya dengan perasaan bahwa transpuan adalah dosa yang dilarang oleh agamanya.

Baca Juga: Bukan di Sekolah, Guru di Kota Bandung Mulai Gelar Kegiatan Belajar Tatap Muka di Rumah Siswa

Sementara itu, perasaan bahwa dia adalah seorang wanita yang terperangkap dalam tubuh pria semakin kuat. Saat itu lah Hendrika Kelan mulai melawan depresi.

"Saya tidak memberi tahu atasan saya tentang identitas diri saya, tapi saya pikir semua orang bisa melihat sisi kewanitaan saya," katanya.

Setelah dua tahun, Hendrika Kelan memutuskan untuk meninggalkan kebaktian gereja.

Baca Juga: Dari Senam TikTok hingga Membuat Masker, Simak 5 Inspirasi Lomba 17 Agustus di Tengah Pandemi

Perlahan-lahan dia mulai tampil sebagai transgender dan mulai mengenakan pakaian wanita.

Dia pindah ke kota Yogyakarta di Pulau Jawa. Hendrika Kelan menawarkan diri untuk membantu korban HIV-AIDS, tetapi lama-lama dia kehabisan uang.

Dia lantas bekerja sebagai artis jalanan dan pekerja seks, menghadapi pemukulan dan pelecehan dari para pejabat.

Baca Juga: BTS Segera Comeback dengan Album Baru dan Gelar Konser 'Map of the Soul ON: E' Oktober Mendatang

Pada 2018, setelah kematian sepupunya, Hendrika Kelan memutuskan untuk meninggalkan kota dan kembali ke Desa Habi, Sikka, tempat ia dilahirkan.

Cukup sulit bagi Hendrika Kelan diterima masyarakat sebagai seorang transpuan. Hal itu ia atasi dengan aktif di komunitass kelompok transgender lokal bernama Fajar Sikka.

“Jika ada kegiatan atau acara di desa, saya akan mengajak teman-teman transpuan untuk terlibat, mengatur dekorasi, mengatur acara, atau memasak. Masakan mereka enak dan dinikmati masyarakat,” ujarnya.

Baca Juga: Gagal Fokus Ada Sepatu Bayi di Tengah Koleksi Mainan BTS, ARMY: Bayangin Dia Punya Anak

Perlahan-lahan, masyarakat di sekitar mulai menyadari bahwa Hendrika Kelan serius membantu komunitasnya.

Para ibu rumah tangga sangat menghargai bantuan Hendrika Kelan. Dukungan mereka mendorongnya menjadi calon anggota dewan desa.

“Orang-orang yang mencalonkan saya tahu bahwa saya transpuan. Saya juga bilang kalau saya terpilih membantu masyarakat, saya mau, tapi tanpa mengubah identitas saya,” kata Hendrika Kelan.

Baca Juga: Dandan ala Mahasiswa Usai Sidang, Begini Cara V BTS Rayakan Penghargaan dari Weverse

Dukungan komunitas Fajar Sikka berperan penting dalam kesuksesannya sebagai pejabat publik.

Fajar Sikka berdiri pada 2018 silam di Kabupaten Sikka. Tujuannya untuk membantu orang-orang yang merasa dikucilkan di masyarakat, baik karena perbedaan orientasi seksual maupun disabilitas.

Dengan anggota lebih dari 40 orang, Fajar Sikka memberikan tempat tinggal bagi kaum transgender, perempuan adat, dan pekerja penyandang disabilitas.

Baca Juga: Kembali Adu Kemampuan Menjadi Pengisi Suara di Run BTS Episode 112, Mas Ganteng Jin Banjir Pujian

“Saya tahu bagaimana rasanya depresi dan takut. Dulu saya takut dan stres. Seperti saya, kaum minoritas seksual itu selalu merasa bersalah, dibenci. Saya perlahan-lahan meyakinkan mereka untuk menerima diri sendiri dulu,” kata Kelan.***

 
Editor: Fitri Nursaniyah

Sumber: DW

Tags

Terkini

Terpopuler