Konservasi Satwa Liar Alami Krisis Ekonomi, Spesies Badak Bercula Terancam Punah

13 September 2020, 11:35 WIB
Ilustrasi badak bercula satu. /PIXABAY

PR BANDUNGRAYA - Perburuan satwa liar semakin brutal saat ini, terlebih krisis pendanaan konservasi yang disebabkan oleh pandemi Covid-19, menjadikan para pemburu liar semakin merajalela.

Seperti yang terjadi di Afrika Selatan, dilaporkan The Independent sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-bandungraya.com, pemburu menggunakan senapan yang kedap suara untuk membunuh badak hitam dan diambil tanduknya.

Di seluruh dunia, satu badak dibunuh setiap 10 jam. Untuk menghentikan pembantaian tersebut, konsumen yang meminta cula badak harus diberantas, atau para pemburu liar harus dihentikan dan dihukum.

Baca Juga: Kecanduan Main Medsos, Ini 3 Langkah Obati Sindrom FOMO dan Doom-Scrolling

Shamini Jayanathan selaku pemimpin organisasi Space for Giants membuat kampanye bertajuk 'Charity Save the Rhino'.

Kampanye tersebut berkomitmen untuk mengubah cara pandang terhadap cula badak terutama di Asia Tenggara tempat sebagian besar cula diperdagangkan, dan di mana cula tersebut dihargai sebagai simbol kekuasaan dan kekayaan.

Shamini Jayanathan yang juga seorang pengacara kriminal di perdagangan satwa liar ilegal di Afrika, mengatakan, “Satu-satunya cara untuk mengatasi dan mencegah pembunuhan badak adalah melalui pengadilan. Penangkapan dan penyitaan tanduk hanya merupakan gangguan terhadap operasi kriminal, bukan tujuan."

Jayanathan menjelaskan bahwa karena badak merupakan hewan yang sangat dilindungi, banyak negara Afrika memiliki hukuman penjara minimum yang tinggi untuk kasus tersebut.

Baca Juga: Ungkap Kehidupan di Mars, Curiosity NASA Akan Melakukan Eksperimen Khusus pada Pekan Ini

Namun akibatnya, setiap tergugat mengaku tidak bersalah, artinya tidak ada insentif untuk bekerja sama. Persidangan bisa berlangsung bertahun-tahun, dengan sidang ditunda atau ditunda tanpa henti, menghabiskan biaya dan mengubah waktu dan momentum.

“Musuh terbesar kasus cula badak adalah keterlambatan,” kata Jayanathan.

Afrika Selatan sendiri adalah rumah bagi hampir 80 persen badak yang tersisa di dunia.

Wilayah ini sangat terpengaruh oleh kejahatan terhadap satwa liar, dengan lebih dari 1.000 badak dibunuh di sana setiap tahun antara 2013 dan 2017.

Pada Maret 2017, pemerintah Afrika Selatan membentuk Pengadilan Regional Skukuza yang berlokasi dekat tepi salah satu cagar alamnya yang paling terkenal, Taman Nasional Kruger.

Baca Juga: Kabar Baik untuk BLINKS, Film Dokumenter BLACKPINK Akan Hadir di Netflix Oktober 2020

Hal tersebut dipuji sebagai langkah yang sangat positif untuk penanganan pengadilan yang efektif dan cepat bagi pemburu dan penyelundup badak.

Dua jaksa senior Skukuza memiliki latar belakang dalam kasus kejahatan terorganisir dan pengetahuan luas tentang hukum terkait kejahatan satwa liar.

Namun kini Pengadilan Regional Skukuza telah ditutup sejak Agustus tahun lalu, di tengah rencana tak terduga untuk memindahkannya hampir 100 kilometer dari Kruger.

Sebagian besar pekerja di bidang kejahatan satwa liar setuju bahwa Skukuza adalah model yang berhasil, dan perlu ditiru di negara-negara yang memiliki populasi badak.

Pereira selaku juru bicara Space for Giants setuju bahwa memperkuat proses peradilan adalah bagian penting dari perjuangan untuk menyelamatkan badak, sebagai hukuman dan pencegah.

Baca Juga: Berikut 27 Tempat Wisata di Jakarta yang Akan Ditutup Selama PSBB Total

“Save the Rhino bekerja dengan mitra untuk mengembangkan pembelajaran di antara sistem hukum, seperti bagaimana bukti dikumpulkan, dan menjadikannya standar di semua bidang,” kata Jayanathan.

Namun menurut Jayanathan, seringkali dalam kasus cula badak, bukti tidak begitu dipahami oleh pengadilan, atau pengadilan tidak dapat melacak orang untuk memberikan bukti.

“Hal ini menimbulkan beban mental bagi mereka yang berdedikasi untuk melindungi badak - terutama pada penjaga yang harus bekerja lembur akibat Covid-19. Perjuangan untuk menyelamatkan badak adalah perjuangan yang panjang dan sulit," ujarnya.***

Editor: Bayu Nurullah

Sumber: Independent

Tags

Terkini

Terpopuler