Sudah Masuk Indonesia, WHO Klaim Obat Covid-19 Remdesivir Tidak Efektif untuk Pengobatan

20 Oktober 2020, 18:27 WIB
Ilustrasi obat antivirus Covid-19 Remdesivir. /Rebel Covid-19

PR BANDUNGRAYA – Sebuah studi terbaru yang dipimpin oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terhadap obat antivirus Remdesivir menunjukkan hasil yang mengejutkan.

Pasalnya studi ini melaporkan bahwa obat antivirus Remdesivir terbukti tidak efektif dalam mengobati pasien Covid-19.

Berbeda dengan hasil studi sebelumnya yang melaporkan bahwa remdesivir dapat mempersingkat waktu pemulihan pasien Covid-19, sebanyak rata-rata lima hari.

Kendati demikian, studi yang dipimpin oleh WHO dikabarkan tidak seketat studi sebelumnya yang dipimpin oleh Institut Kesehatan Nasional Amerika Serikat.

Baca Juga: 14 Bintang Tamu dari 7 Girl Group Akan Hadir dalam Variety Show Ask Us Anything Episode Spesial

Dilansir Prbandungraya.pikiran-rakyat.com dari Associated Press, Remdesivir sebenarnya belum terbukti efektif, namun tetap diizinkan sebagai obat darurat Covid-19 di beberapa negara, termasuk Indonesia.

Sebagai informasi, Remdesivir telah mengantongi izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia (BPOM) Indonesia.

Remdesivir dengan merek Covifor telah diedarkan di Indonesia oleh PT Kalbe Farma sejak 1 Oktober 2020.

Studi WHO ini melibatkan lebih dari 11.000 pasien Covid-19 di 30 negara, dengan 2.750 di antaranya mendapatkan pengobatan Remdesivir.

Sedangkan sisanya menerima obat malaria hydroxychloroquine, interferon penguat sistem kekebalan, kombo lopinavir-ritonavir antivirus, atau hanya perawatan biasa.

Baca Juga: Suami dari Nora Alexandra, Jerinx SID Kembali Mengajukan Penangguhan Penahanan, Ini Janjinya

Dalam studi WHO, perawatan biasa dan pengobatan menggunakan remdesivir menunjukkan hasil yang relatif sama.

Kendati demikian, hasil yang lebih rinci terkait studi ini belum dipublikasikan dalam jurnal atau ditinjau oleh ilmuwan independen.

"Kisah besarnya adalah penemuan bahwa Remdesivir tidak memberikan dampak yang berarti pada kelangsungan hidup (pasien Covid-19)," kata Martin Landray, profesor Universitas Oxford yang memimpin studi WHO.

Dalam studi ini, obat Remdesivir yang diberikan melalui infus intravena selama lima hari memakan biaya yang cukup tinggi, sekitar 2.550 dolar atau sekitar Rp37 juta per sesi pengobatan.

"Covid-19 mempengaruhi jutaan orang dan keluarga mereka di seluruh dunia. Kami membutuhkan pengobatan yang terukur, terjangkau, dan adil," tutur Martin.

Di sisi lain, juru bicara WHO, Margaret Harris, membandingkan studi terbaru yang dipimpin oleh WHO dengan studi-studi sebelumnya.

Baca Juga: Ini Harga Fantastis Apartemen Mewah Jungkook BTS yang Dikabarkan Akan Dijual

"Ini studi dengan jangkauan yang lebih tinggi, jumlahnya empat kali lipat lebih banyak dibanding studi lainnya," katanya.

Kendati demikian, Dr Andre Kalil, pemimpin penelitian terhadap remdesivir di Amerika Serikat, memaparkan bahwa studi yang dilakukan oleh WHO dirancang dengan buruk.

Menurutnya, kesimpulan dari studi tersebut tidak terlalu kredibel, lantaran informasi krusial, seperti perbandingan tingkat keparahan gejala yang dialami pasien, dan data lainnya tidak dijelaskan oleh WHO.

"Desain studi (yang dilakukan WHO) buruk tidak dapat diperbaiki dengan ukuran sampel yang lebih besar, tidak peduli seberapa besar (sampel tersebut)," ujarnya.

Baca Juga: KPK Ungkap 26 dari 34 Provinsi Terindikasi Dugaan Korupsi, Jawa Barat Jadi Wilayah Tertinggi

Lebih lanjut, studi WHO terhadap Remdesivir hanya dilakukan selama 10 hari, sehingga efektivitas obat itu terhadap pasien Covid-19 kemungkinan besar tidak terlalu signifikan.

Sedangkan Gilead Sciences, perusahaan biofarmasi pembuat remdesivir, memaparkan bahwa hasil yang dilaporkan WHO tidak konsisten dengan hasil studi lain, dan belum sepenuhnya ditinjau atau dipublikasikan.***

Editor: Bayu Nurulah

Sumber: Associated Press

Tags

Terkini

Terpopuler