Mengenang Sejarah Indonesia, Simak 7 Kisah Pahlawan Revolusi yang Tewas oleh Keganasan PKI

30 September 2020, 16:32 WIB
Tujuh pahlawan revolusi dalam peristiwa G30S PKI. /Dok. RRI

PR BANDUNGRAYA – Hari ini Rabu, 30 September 2020 bertepatan dengan hari yang bersejarah, yaitu peristiwa Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia atau G30S PKI.

Hari itu merupakan sejarah kelam yang tidak terlupakan dan akan terus diingat oleh setiap generasi bangsa Indonesia.

Selain Ahmad Yani, ada enam pahlawan revolusi yang juga ikut menjadi target penculikan PKI.

Semua pahlawan tersebut dibunuh dengan cara keji, karena difitnah akan melakukan makar terhadap Presiden Pertama RI Soekarno melalui Dewan Jenderal.

Setelah dilakukan penjemputan secara paksa, ketujuh pahlawan revolusi ini dibawa ke Lubang Buaya untuk disiksa dan setelah itu jasadnya dimasukkan ke dalam sumur di Jakarta Timur.

Baca Juga: Indonesia Terancam Masuk Jurang Resesi, Berikut 5 Hal yang Perlu Masyarakat Perhatikan

Pahlawan yang menjadi korban tersebut merupakan enam jenderal serta satu perwira pertama TNI AD.

Jenazah ditemukan di sumur tua dengan kedalaman kurang lebih 12 meter pada 4 Oktober 1965, oleh satuan Resimen Para Anggota Komando Angkatan Darat (RPKAD) di kawasan hutan karet Lubang Buaya.

Untuk mengenang sejarah masa lalu yang kelam, berikut 7 Jenderal yang tewas dengan keji oleh keganasan PKI sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-bandungraya.com dari RRI.

1. Jenderal Ahmad Yani

Ahmad Yani merupakan satu di antara enam jenderal yang terbunuh pelatuk senapan PKI pada 1 Oktober 1965 dini hari di kediamannya, Menteng, Jakarta Pusat.

Beliau lahir pada 19 Juni 1922 di Purworejo, Jawa Tengah. Ahmad Yani tutup usia di umur 43 tahun.

Pemandu Museum Jenderal Ahmad Yani, Sersan Mayor Wawan Sutrisno, mengungkapkan pasukan yang datang menyergap masuk melalui pintu belakang dan membunuh Sang Jenderal saat itu juga.

Sementara, yang lain ada yang bertugas menyekap pasukan penjaga rumah Ahmad Yani, ada juga yang bertugas mengepung rumah itu.

Baca Juga: Berikan Pujian Tulus kepada ARMY dan BTS, Inilah Sosok John Cena yang Mendadak Jadi Trending Topic

2. Mayjen R Soeprapto

Berdasarkan informasi dari laman Sejarah TNI, pada 30 September 1965, Soeprapto baru saja melakukan pencabutan gigi sehingga pada malam harinya merasa tidak nyaman dan tidak bisa tertidur.

Di saat itu, Suprapto menyelesaikan lukisan yang niatnya akan diserahkan kepada Museum Perjuangan di Yogyakarta.

Sekitar pukul 4.30 pagi di keesokan harinya, rombongan penculik menghampiri rumahnya. Suprapto yang masih dalam keadaan mengenakan piyama dan sarung keluar menemui mereka.

Pasukan itu mengatakan Suprapto diminta menemui Soekarno saat itu juga. Sebagai prajurit yang patuh pada pimpinan tertingginya, Suprapto mengiyakan.

Namun, ia meminta izin untuk terlebih dulu berganti pakaian. Permintaannya tidak diizinkan, dan justru langsung menodong Suprapto dengan senjata dan sebagian memegang tangannya, sembari membawanya ke luar untuk dinaikkan ke atas truk yang sudah menunggu.

Rupanya, Jenderal asal Purwokerto, Jawa Tengah, ini dibawa ke Lubang Buaya. Di sana, ia dianiaya dalam keadaan tubuh terikat. 

Baca Juga: Indonesia Terancam Masuk Jurang Resesi, Berikut 5 Hal yang Perlu Masyarakat Perhatikan

3. Mayjen MT Haryono

MT Haryono ditemukan di sumur Lubang Buaya, nomor dua dari bawah, di atas jenazah D.I Panjaitan.

Sebelumnya, MT Haryono yang dikenal sebagai penyayang anak ini diberondong peluru di kediamannya, saat mencoba melawan rombongan yang datang dan menculiknya.

Sayangnya, jumlah lawan terlalu besar, banyak peluru yang akhirnya bersarang di tubuh Haryono. Ia pun ambrug dan diseret naik ke atas truk rombongan penculik. Diduga, ketika itu Haryono sudah dalam kondisi tidak bernyawa.

4. Mayjen S. Parman

S. Parman disergap pada 1 Oktober 1965 sekira pukul 4.00 WIB. Perwira yang pernah berjuang di peristiwa Madiun, APRA, D.I. Jawa Barat dan Jawa Tengah ini tidak menyadari kedatangan rombongan penculik, karena menggunakan seragam Cakrabirawa.

Rombongan itu mengatakan suasana di luar genting, bahkan mereka ikut masuk ke kamar tidur saat Parman berganti pakaian.

Laki-laki bernama lengkap Siswondo Parman ini pun dibawa pergi. Saat itu, rumahnya tidak ada yang menjaga, hanya ada istri dan anaknya di sana. Penculikan itu berjalan dengan lancar.

6. Brigjen Sutoyo Siswodiharjo

Penculikan Sutoyo terjadi pada 1 Oktober 1965, rombongan datang ke rumah Sutoyo dan mengamankan lokasi di sekitar jalan rumahnya.

Pasukan yang masuk ke dalam rumah pun memaksa pembantu yang ada di sana untuk memberikan kunci agar bisa menemukan sasaran operasi, Sutoyo.

Sutoyo dipanggil dan disebut diminta untuk menemui Soekarno di Istana Kepresidenan.

Setelah memenuhi panggilan itu, Sutoyo pun diajak untuk naik ke truk, kendaraan yang digunakan rombongan penculik.

Saat di atas truk itu, Sutoyo diikat tangannya dan ditutup matanya. Lalu, ia diturunkan di sebuah rumah dekat Lubang Buaya. 

Baca Juga: Viral Foto Ma'ruf Amin Disandingkan dengan Kakek Sugiono, Ini Perjalanan Karier sang Bintang Porno

7. Lettu Pierre Andreas Tendean

Laki-laki keturunan Perancis ini bukan sasaran para penculik. Namun, Tendean saat 1 Oktober 1965 pagi tengah berada di rumah Jenderal A.H. Nasution, atasannya yang merupakan target sesungguhnya.

Saat rombongan itu datang dan bertanya kepada Tendean, apakah dia adalah A.H. Nasution, tanpa ragu Tendean menjawab, "Ya, saya lah Jenderal Nasution", meski ia tahu apa risikonya. Tindakan itu ia lakukan agar sang Jenderal bisa selamat.

Dan benar, A.H. Nasution memang lolos dari penculikan. Padahal, Tendean sebenarnya bisa saja mengatakan yang sejujurnya dan terbebas dari kekejaman yang pada ujungnya menjadi akhir hidupnya.***

Editor: Bayu Nurullah

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler