Menengok Kepemimpinan Presiden Megawati, Rosihan Anwar: The Sphinx

29 Oktober 2020, 17:36 WIB
Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri.* /Kemendikbud/

PR BANDUNG RAYA – Rosihan Anwar ketika di wawancara di stasiun TV Swasta pada tahun 1999, mengatakan bahwa Megawati ibarat patung The Sphinx, yakni patung setengah manusia dan setengah singa di gurun pasir Mesir yang tidak bisa bicara, hanya menyimpan rahasia dan teka-teki.

Sebelum membahas analogi yang dituturkan Rosihan Anwar kepada Megawati, tak adil apabila tidak mengenal terlebih dulu sedikit profil Megawati.

Seperti yang dikutip Prbandungraya.pikiran-rakyat.com dari laman kemdikbud, Megawati yang memiliki nama lengkap Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri lahir di Yogyakarta pada 23 Januari 1946, merupakan anak dari pasangan Sukarno dan Ibu fatmawati yang dibesarkan di dalam lingkungan istana.

Baca Juga: Logo Aespa Pernah Muncul di Video Musik SuperM, Penggemar Yakin Soal Hal Ini

Pada 1999, Megawati yang hampir saja menjadi Presiden pada akhirnya mengisi posisi sebagai wakil Presiden setelah voting Presiden dimenangkan oleh Abdurrahman Wahid.

3 tahun berselang, tepatnya pada 23 Juli 2001 anggota MPR secara aklamasi menempatkan Megawati sebagai Presiden ke-5 menggantikan presiden sebelumnya, yang mencatatkan Megawati sebagai satu-satunya Presiden perempuan pertama Indonesia.

Kembali pada ungkapan Rosihan Anwar terkait patung The Sphinx, Prof. R.E. Elson dari Universitas Griffith, mengutarakan hal serupa dengan mengkarakterisir Megawati sebagai “The aristocratic Megawati, slightly gifted personally, but the inheritor of the growing nostalgia for her father’s personality,” yang secara tersirat menyinggung kaitan politis antara Megawati dan ayahnya, Bung Karno.

Baca Juga: Lolos Seleksi CPNS 2020? Berikut Dokumen-Dokumen yang Wajib Disiapkan Peserta

Majalah Amerika, Nesweek pada tanggal 1 Juli 2002, dalam laporannya menuliskan, Who’s in Charge Here? Growing Fears of a Showdown Between Islamic Radicals and The Army.” Majalah itu pun menggambarkan Megawati sebagai inscrutable atau sebagai sosok yang tidak dapat dimengerti atau diduga, gaib.

Menukil Buku Sejarah Kecil: Petite History Indonesia Jilid I karya Rosihan Anwar, setidaknya ada 3 sikap serta tindakan politik Megawati ketika menjabat sebagai Presiden.

Pertama, Megawati mendukung pencalonan Sutiyoso sebagai Gubernur DKI Jakarta masa jabatan 2002-2007, yang di mana Sutiyoso selaku Pangdam DKI Jaya terlibat dalam penyerangan kantor PDI-P pada 27 Juli 1996, suatu peristiwa berdarah yang memakan korban tewas 5 orang dan 20 orang menghilang.

Baca Juga: Tampil di Mata Najwa, Ernest Prakasa Sebut Megawati Lupa Prestasi Generasi Milenial Sesungguhnya

Sikap Megawati yang mendukung pencalonan Sutyoso kabarnya karena DKI Jakarta masih memerlukan seorang militer sebagai gubernur, bukan seorang sipil.

Kedua, pada Juni 2002 Megawati menentang pembentukan Pansus Bulog II. Sekjen PDI-P Sutjipto saat ditemui wartawan mengatakan, “Kami tidak menginginkan Pansus, titik.” Ketika ada kader PDI-P yang meminta Megawati untuk mempertimbangkan keputusannya, Arifin Panigoro hanya menjawab, “Ketika ada yang mempertanyakan alasannya, Mega hanya menjawab ‘hus’.”

Ketiga, apabila sikap Megawati dalam penolakan terhadap Pansus Bulog II boleh dibilang otoriter, dalam soal pembicaraan amandemen UUD 1945, khususnya terkait pemilu presiden secara langsung, Megawati cenderung konservatif. Dalam jumpa pers di Bratislava, Slovakia, Presiden Megawati justru mempertanyakan kesiapan masyarakat dalam mengikuti pemilihan presiden 2004.

Baca Juga: Info Lalu Lintas Hari Ini 29 Oktober: Peningkatan Volume Kendaraan Terjadi Menuju ke Kawasan Puncak

Apa boleh dikata, tapi itulah sikap dan pendirian Megawati di tengah masyarakat yang dilanda banyak isu; buronan Tommy Soeharto yang leluasa lalu lalang pergi ke kediamannya di Cendana sambil bersembunyi. Tersangka dugaan korupsi dana bantuan likuiditas Bank Indonesia, Sjamsul Nurnalim yang merugikan negara sekitar 10,09 triliun kabur ke Singapura dengan alasan berobat.

Semua isu tersebut, menurut Rosihan tidak akan mempengaruhi Megawati yang flegmatis, berdarah dingin.

Menurut penuturan beberapa pimred surat kabar yang ikut perjalanan Presiden Megawati ke luar negeri pada bulan Mei 2002, pada suatu malam di Bratislava, Megawati dengan santai berjalan-jalan di ibukota Slovakia itu, sambil melipir ke kafe mencicipi kopi dan kue tarcis.***

Editor: Abdul Muhaemin

Sumber: Kemendikbud

Tags

Terkini

Terpopuler