Sementara, Surface Plasmon Resonance (SPR) berfungsi sebagai alat detektor Covid-19. Alat seukuran aki mobil itu dapat mendeteksi interaksi antara biosensor dan virus corona.
Baca Juga: Salah Paham Dikira Pasien Covid-19 Tanpa Gejala, Apa Itu OTG serta Perbedaanya dengan ODP dan PDP?
"Cara kerjanya, sampel biologis yang diambil dari pasien atau dalam VTM (viral transport medium) akan dicampur dengan pelarut kemudian dialirkan pada alat SPR. Jika ada virus dalam sampel, maka nanti akan ada perubahan sinyal yang dapat dibaca pada alatnya," ucapnya.
SPR dikembangkan oleh ITB dan Unpad yang tergabung dalam Task Force Riset dan Inovasi Penanganan Covid-19 (TFRIC-19), yang diinisiasi dan dikoordinasi oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Kemenristek/BRIN.
"SPR ini dikembangkan sebagai metode alternatif (pendeteksi COVID-19) yang diharapkan memiliki akurasi yang baik setara dengan PCR. ITB mengembangkan metode SPR-nya, dan Unpad mengembangkan biosensornya, yakni molekul yang bisa menangkap virusnya," ujar Yusuf.
Baca Juga: Khawatir Ada Penularan Covid-19, Pemuda Majalaya Inisiasi Gerakan Sehat Bersama di Pasar Tradisional
Menurut Bachti, sejauh ini, validasi masih dalam tahap pengumpulan spesimen. Jika hasil validasi kurang memuaskan, maka akan ada evaluasi dan perbaikan. Setelah itu, validasi dilakukan kembali.
"Tapi, kalau sudah cukup oke, sesuai harapan kita, itu bisa langsung registrasi Depkes. Lalu, digunakan layanan-layanan kesehatan," katanya.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Jabar Berli Hamdani mengatakan, jika telah divalidasi, rapid test 2.0 dan SPR dapat digunakan untuk diagnosa ataupun penapisan, karena akurasinya setara dengan PCR.
Baca Juga: Terang-terangan 'Musuhi' Tiongkok, Donald Trump Ternyata Pernah Minta Bantuan Xi Jinping saat Pemilu