Malam Satu Suro: Menelusuri 5 Tradisi Jawa yang Menarik Jarang Diketahui Banyak Orang

- 18 Juli 2023, 15:00 WIB
Malam Satu Suro: Menelusuri 5 Tradisi Jawa yang Menarik Jarang Diketahui Banyak Orang
Malam Satu Suro: Menelusuri 5 Tradisi Jawa yang Menarik Jarang Diketahui Banyak Orang /Antara/Rahmadantara/

Hal ini dilakukan adanya Upacara Jamasan Pusaka yang dilakukan secara bertahap. Pusaka yang di Jamasi biasanya berbentuk Kris atau benda-benda pusaka lainnya. Tahapannya dimulai dengan pengambilan Pusaka dari tempat penyimpanannya, Semedi atau arak-arakan, dan tahap Jamasan atau pemandian.

Sebagain masyarakat jawa meyakini bahwa senjata tersebut mempunyai kekuatan ghaib yang mendapatkan berkah apabila dirawat dengan cara di bersihkan atau di mandikan.

Sedekah Laut
Tradisi ini sering dilakukan oleh masyarakat sekitaran dengan Pantai Laut seperti daerah Baron dan Kukup Kecamatan Tanjung Sari, Gunung Kidul, Yogyakarta disaat bulan Suro. Tradisi ini dimulai dengan kenduri yang diikuti warga yang mencari rezeki di sekitaran Pantai.

Pada saat tradisi masyarakat membawa makanan yang berisi hasil bumi, ayam hitam, dan kepala kambing untuk di ke lautkan. Tradisi ini bersimbolkan juga sebagai bentuk rasa kebersamaan, gotong royong, dan keharmonisan oleh warga yang mencari rezeki di Pantai atau seorang Nelayan.

Kirab Suro
Tradisi ini biasanya digelar di Keraton Sukakarta Jawa Tengah. Pada saat Kirab, Kerbau bule dan benda pusaka milik Keraton di keluarkan. Prosesi ini dilakukan saat menjelang tengah malam, yakni pukul 23.00 WIB. Tradisi ini dilakukan dengan berjalan sampai pada titik rute kembali ke Keraton lagi.

Ratusan orang yang berkumpul khusus saat menunggu Kerbau milik Keraton melintas, setelah itu mereka akan berebut sesaji. Bagi warga, sesaji ini dapat memberikan keselamatan, dan berkah.

Tapa Bisu
Tapa Bisu ialah tradisi yang di Keraton Yogyakarta digelar setiap malam satu Suro sesuai penanggalan kalender Jawa. Tapa bisu ini dilakukan dengan berjalan kaki mengelilingi benteng Keraton Yogyakarta di malam satu Suro tanpa berbicara.

Tradisi ini di prakarsai oleh Sultan Agung yang  merupakan raja Mataram Islam pertama. Dulunya tradisi ini dilakukan oleh para prajurit Keraton. Tidak hanya tradisi, kegiatan ini juga dianggap sebagai bentuk mengamankan lingkungan Keraton, karena pada saat itu belum adanya benteng yang mengitari Keraton. Tradisi ini dimulai dari sisi kiri atau barat Keraton yang sesuai dengan Falsafah Jawa.

Pawai Obor
Pawai Obor biasanya diikuti oleh berbagai kalangan, mulai dari anak-anak sampai orang dewasa, juga sepuh di tempat tradisi tersebut. Dengan membawa obor dan menjalan mengelilingi lingkungan tempat mereka tinggal. 

Pawai Obor ini dimulai setelah melaksanakan sholat Isya, dan mereka yang akan mengikuti Pawai akan berkumpul terlebih dahulu di Lapangan atau tempat yang sudah ditentukan. Tidak hanya Pawai yang dilakukan, warga juga menghias rumahnya untuk menyambut pergantian tahun.***

Halaman:

Editor: Resa Mutoharoh


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah