Apa yang Terjadi di Thailand? Muak Sistem Monarki hingga Manipulasi Pemilu,Rakyat Pamer Salam 3 Jari

17 Oktober 2020, 09:30 WIB
Ilustrasi Bendera Thailand: Massa melakukan aksi unjuk rasa dengan salam tiga jari menuntun kemunduran PM Prayurh Chan-ocha yang dibalas Pemerintah dengan penetapan kondisi darurat serius. //Pixabay/PIXABAY

PR BANDUNGRAYA - Pemerintah Thailand telah menyatakan 'keadaan darurat serius' menyusul tingginya gelombang protes pro-demokrasi di seluruh negeri. Keadaan darurat serius mencakup pelarangan demonstrasi dan publikasi media soal berita tersebut. 

Hal ini terjadi setelah polisi bergerak untuk membubarkan pengunjuk rasa yang berkumpul di luar kantor Perdana Menteri (PM) Prayuth Chan-ocha dan menangkap sekitar 20 orang demonstran di Thailand. 

Demonstran yang tertangkap termasuk dua pemimpin protes yang paling vokal dalam mengkritik kerjaan negara yang dianggap sangat tabu hingga saat ini. 

Baca Juga: Cek Fakta: Tersiar Kabar Gatot Nurmantyo Kabur ke Luar Negeri Usai Petinggi KAMI Diringkus Polisi

Terlepas dari deklarasi darurat akibat pandemi Covid-19 yang melarang pertemuan lebih dari lima orang, ribuan aktivis pro-demokrasi turun ke jalan di Bangkok untuk berkumpul di pusat perbelanjaan di kota tersebut sejak Kamis lalu. 

Para demonstran mengabaikan peringatan dan imbauan untuk menjaga jarak sosial sehingga polisi membubarkan pengunjuk rasa yang terus berdemonstrasi dengan damai di persimpangan Ratchaprasong, Bangkok, Thailand. 

Para pengunjuk rasa menuntut pencabutan perdana menteri, mengurangi kekuasaan Raja Maha Vajiralongkorn, dan konstitusi baru yang memiliki penekanan terhadap hak-hak sipil dan kebebasan. 

Baca Juga: Thailand Bergejolak, Mengapa Warga Memprotes Pemerintah dan Kerajaan Mereka?

Keputusan darurat tersebut telah ditandatangani oleh PM Prayuth Chan-ocha, mencerminkan kekhawatiran bahwa demo yang dimaksudkan untuk menghalang gerakan yang direncanakan dari iring-iringan kerajaan, yang digolongkan sebagai pelanggaran terhadap Undang-Undang Majelis Umum dan Konstitusi Kerajaan Thailand. 

Pernyataan tersebut mencatat bahwa upaya ini mempengaruhi keamanan dan keselamatan nasional, langkah-langkah pengendalian pandemi Covid-19 dan keamanan ekonomi negara yang rentan. 

Para pengunjuk rasa menuduh perdana menteri dan mantan pemimpin majelis memanipulasi pemilu tahun lalu untuk tetap berkuasa. Hal tersebut menimbulkan demonstrasi dalam jumlah besar di jalanan selama beberapa minggu terakhir. 

Baca Juga: Pemadatan Jalan TMMD Reguler Brebes Juga Menggunakan Tandem Roller

Mereka telah mengadopsi berbagai referensi tentang budaya populer, termasuk penghormatan revolusioner simbol tiga jari yang digunakan dalam serial film Hunger Games, yang kembali ditunjukkan pada hari Rabu ketika beberapa pengunjuk rasa memperlambat konvoi Ratu, Suthida. 

Para pengunjuk rasa juga sebelumnya berdandan sebagai karakter dari Harry Potter dan menggambarkan raja sebagai He Who Must Not Be Named merujuk terhadap referensi undang-undang sensor ketat yang melarang kritik publik terhadap kerajaan di Thailand. 

Melansir dari Independent, Sunai Phasuk dari kelompok Human Rights Watch yang berbasis di Amerika Serikat menuduh pemerintah kembali menyensor liputan gerakan protes, dan mengatakan saluran berita internasional telah dilarang di negara itu.

Baca Juga: Banjir di Jakarta Hari Ini 17 Oktober 2020: Musim Hujan, Sejumlah Wilayah di Jakarta Terendam Banjir

Dia menyampaikan bahwa setidaknya 20 orang telah ditangkap setelah tindakan keras terhadap demonstrasi demokrasi pada Kamis pagi, termasuk pemimpin protes Anon Nampa, Mike Rayong dan Panusaya S. 

Sunai mengatakan polisi dapat menahan mereka tanpa dakwaan hingga 30 hari dan tanpa ada akses pengacara di bawah aturan darurat.***

Editor: Fitri Nursaniyah

Sumber: Independent

Tags

Terkini

Terpopuler