Mengapa Papua Barat Ingin Merdeka dan Memisahkan Diri dari Indonesia?

- 3 Desember 2020, 12:01 WIB
Presiden Sementara Papua Barat, Benny Wenda.
Presiden Sementara Papua Barat, Benny Wenda. /Twitter@BennyWenda/

PR BANDUNGRAYA - Baru-baru ini, Benny Wenda, selaku tokoh kemederdekaan Papua dari Gerakan Persatuan Kemerdekaan Papua Barat (ULMWP) telah mendeklarasikan kemerdekaannya pada Selasa 1 Desember 2020 kemarin.

Deklarasi Pemerintah sementara Papua Barat memungkinkan masyarakat di sana tidak akan lagi tunduk pada Pemerintahan Indonesia.

Faktanya, bukan pertama kali bagi Papua Barat menginginkan kemerdekaan dan bebas dari Indonesia. Pada 2019 lalu, aktivis Papua Barat bahkan telah membuat petisi pada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk memerdekaan diri.

Baca Juga: Pfizer dan BioNTech Mulai Didistribusikan di Inggris Minggu Depan

Lantas, mengapa Papua Barat sangat ingin merdeka dan berpisah dari Indonesia?

Dilansir Prbandungraya.pikiran-rakyat.com dari The Conversation, sejak 1960 saat Belanda mundur dari Indonesia, aktivis Papua Barat telah menuntut hak mereka dengan menggunakan Deklarasi Dekolonisasi PBB.

Namun, mereka selalu gagal. Meurut riset yang dilakukan Emma Kluge, seorang mahasiswi S3 sejarah di University of Sydney, salah satu penyebab kegagalan tersebut adalah terjadinya perubahan dalam politik internasional yang berhasil menyabotase upaya Papua Barat untuk merdeka dengan menunggangi gerakan anti kolonialisme yang dilakukan negara-negara Asia dan Afrika selama tahun 1940-1960-an.

Baca Juga: Ini Profil dan Potret Hwang In Yeop Pemeran Han Seojun True Beauty, Usia Aslinya Pasti Bikin Kaget

Masyarakat Papua percaya, bahwa delegasi Afrika adalah sekutu mereka. Menurut Papua Barat, pihanya memiliki sejarah dan keinginan sama untuk mengakhiri kolonialisme.

Tapi, Afrika sendiri tak bisa banyak membantu karena telah sepakat dengan Gerakan Non-Blok yang dipimpin oleh Indonesia. Gerakan Non-Blok ini adalah bentuk solidaritas negara-negara Afrika dan Asia untuk tidak mencampuri urusan negara lain.

Akhirnya, Papua Barat tidak bisa merdeka karena sistem PBB gagal menanggapi tuntutan mereka, walau PBB sendiri berkomitmen untuk melindungi hak asasi manusia dan kemerdekaan setiap bangsa.

Baca Juga: Contoh Ucapan Selamat Ulang Tahun untuk Jin BTS, ARMY Siap Ramaikan 9 Tagar Ini di Twitter

Setelah dipimpin sementara oleh PBB, Belanda dan Indonesia menandatangani perjanjian untuk menyerahkan Papua Barat ke Indonesia pada 1962.

Perjanjian tersebut mencakup ketentuan yang mewajibkan Indonesia untuk berkonsultasi dengan penduduk Papua Barat, apakah mereka ingin tetap menjadi bagian dari republik Indonesia atau tidak.

Atas desakan masyarakat Papua Barat, Indonesia akhirnya mengumumkan akan melakukan PEPERA pada 1969. Namun ketika pemungutan suara dilakukan, masyarakat Papua sekali lagi tidak diikutsertakan dalam prosesnya.

Baca Juga: Merasakan Jadi Wedding Organizer, dari Suka Duka di Tengah Pandemi hingga Momen Haru Pernikahan

PBB pun tidak diikutsertakan dalam pemungutan suara. Akibatnya, Indonesia (sengaja memilih hanya lebih dari 1.000 orang untuk menentukan nasib Papua Barat). Di bawah sistem yang curang tersebut, tak heran Papua Barat resmi menjadi bagian dari Indonesia.

Dalam Sidang Umum PBB yang diadakan untuk mengesahkan hasil pemilihan tersebut, banyak perwakilan Afrika yang menolak hasil PEPERA karena dianggap berlawanan dengan prinsip PBB tentang kemerdekaan.

Mereka menunjukkan kemunafikan Gerakan Non-Blok yang didirikan untuk mengakhiri kolonialisme tapi justru memperbolehkan Indonesia untuk mendirikan pemerintahan bergaya kolonial di Papua Barat. Meskipun dalam perdebatan ini, tidak ada delegasi yang memilih untuk melawan Indonesia.

Baca Juga: Bedah Fenomena Lafaz Azan Diganti dengan 3 Sudut Pandang, Cak Nun: Kalau Saya Jadi Mereka, Akan...

PBB akhirnya sepakat untuk menerima hasil PEPERA, dengan 84 suara lawan 0 suara dengan 30 abstain.

Meskipun orang-orang Papua Barat telah meyakinkan para pemimpin Afrika akan perlakuan tidak adil dari Indonesia dan keinginan mereka untuk merdeka, para wakil Afrika tidak berani melawan Indonesia dan merusak aliansi Gerakan Non-Blok.

Menurut mereka, melawan Indonesia akan membahayakan kedudukan politik dan perlindungan negara Afrika di komunitas internasional. Oleh karena itu, para delegasi Afrika memilih untuk abstain.

Baca Juga: Berikut 5 Berkas Penting untuk Pencairan BSU Guru Honorer Rp1,8 Juta

Saat ini, kesempatan para aktivis Papua Barat untuk memperoleh dukungan terhadap referendum akan bergantung pada kemampuan mereka untuk mengubah komposisi politik di PBB.

Aktivis Papua Barat saat ini telah mendapatkan dukungan dari para pemimpin Pasifik. Mereka juga sudah berhasil melobi para pejabat Inggris.

Namun, mereka masih perlu mendapatkan dukungan yang signifikan dari delegasi Afrika dan Asia untuk mendapatkan keinginan mereka.***

Editor: Fitri Nursaniyah

Sumber: The Conversation SBS


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah