Ribka Tjiptaning Tolak Vaksin karena Uji Klinis Belum Tuntas, Najwa Shihab Beberkan Faktanya

- 16 Januari 2021, 11:34 WIB
Najwa Shihab.
Najwa Shihab. /Instagram.com/@najwashihab

PR BANDUNGRAYA – Publik sempat dikejutkan dengan pernyataan politikus PDIP, Ribka Tjiptaning yang menolak melakukan vaksin Covid-19 karena uji klinis tahap ketiga disebut belum tuntas dan bisa menyebabkan lumpuh.

Terkait klaim tersebut, presenter kondang Najwa Shihab, ikut angkat bicara soal vaksin Covid-19 dan membeberkan beberapa fakta termasuk semua data melalui akun Instagram pribadinya, @najwashihab.

Pertama, Ribka Tjiptaning menyebut kasus kelumpuhan di Sukabumi akibat vaksin anti-polio.

Baca Juga: BLT Subsidi Gaji BPJS Ketenagakerjaan Gelombang 3 Disalurkan di Tahun 2021, Kapan Pencairannya?

Ia membahas hal ini saat rapat kerja Komisi IX DPR dengan Menteri Kesehatan, Biofarma, dan Kepala BPOM pada Selasa, 12 Januari 2021, dengan mengatakan, “Ini saya ngomong lagi nih di rapat ini, ya. Vaksin untuk anti-polio malah (membuat) lumpuh layu di Sukabumi.”

Menanggapi pernyataan tersebut, dalam unggahannya Najwa menampilkan bukti yang menjelaskan bahwa pada 13 Maret 2005, seorang anak laki-laki berusia 18 bulan di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, yang sebelumnya tidak diimunisasi mengalami kelumpuhan (kategori virus polio tipe 1).

Menurut WHO, asal virus tersebut berasal dari Afrika Barat. Virus tersebut menyebar ke Indonesia melalui Sudan.

Baca Juga: Ibu Hamil dan Balita Dapat Bansos BLT Rp3 Juta, Begini Cara Daftarnya

Kasus polio berkembang menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) yang menyerang 305 orang di Jawa dan Sumatera (2005-2006).

Kedua, obat anti kaki gajah di Majalaya yang menyebabkan 12 orang meninggal dunia.

Ribka mengklaim, “Terus anti kaki gajah di Majalaya mati 12 (orang) karena di India ditolak, di Afrika ditolak, masuk di Indonesia dengan 1,3 triliun, waktu saya ketua komisi.”

Faktanya, pada 10 November 2009, ratusan warga dirujuk ke RSUD Majalaya, Kabupaten Bandung usai menjalani pengobatan massal filariasis (kaki gajah).

Baca Juga: Sejumlah Wilayah Lumpuh Akibat Banjir Besar di Kalimantan Selatan, 5 Orang Ditemukan Tewas

Berdasarkan hasil investigasi Komite Ahli Pengobatan Filariasis Indonesia (KAPFI), banyak warga yang meminta pengobatan karena takut akan efek samping. Sedangkan delapan orang meninggal dunia, tiga dari lima orang belum meminum obat tersebut.

Lima orang sisanya meminum obat dengan penyakit lain yang telah diderita sebelumnya. Tiga orang menunjukkan tanda serangan jantung dan dua lainnya mengalami gejala stroke.

Ketiga, vaksin Sinovac belum menjalani uji klinis fase ketiga. Ribka mengatakan, “Saya tetap tidak mau divaksin maupun sampai yang 63 tahun bisa divaksin, saya sudah 63 tahun nih. Mau semua yang semua usianya boleh, misalnya hidup di Jakarta semua anak cucu saya dapat sanksi Rp5 juta mending saya bayar, gua jual mobil kek. Bagaimana (itu, sebab) orang Biofarma juga masih bilang (vaksin Sinovac) belum uji klinis ketiga dan lain-lain.”

Baca Juga: 6 Fakta Menarik Jelang Laga Panas Liverpool Vs Manchester United di Anfield

Faktanya, Tiongkok menyetujui untuk memulai uji klinis pada pertengahan April 2020 terhadap kandidat vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh Sinovac.

Sejak pertengahan tahun 2020, CoronaVac, yang merupakan nama vaksin dari Sinovac, telah menjalani uji klinis fase 3 di Turki, Indonesia, Brazil dan Chile (termasuk Tiongkok dan masih berlangsung).

Analisis sementara dari uji klinis fase ketiga di Turki menunjukkan 91,25 persen dan 65,3 persen di Indonesia.

Baca Juga: Mengejutkan, 4 Lagu BTS Ini Memiliki Lirik Khusus untuk Para Haters

Di Brasil awalnya menyebutkan kemanjuran 78 persen (efektif dalam mencegah kasus Covid-19 yang bergejala ringan hingga berat) lalu diperbaharui menjadi 50,4 persen dengan memasukan data sejumlah kasus infeksi sangat ringan.***

Editor: Bayu Nurullah

Sumber: Instagram @bpptkg


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x