"Saya sudah merasa berbeda dari anak laki-laki. Tapi karena tekanan keluarga, saya terus bertahan sebagai anak laki-laki," ucap Hendrika Kelan sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-bandungraya.com dari DW, Sabtu 15 Agustus 2020.
Baca Juga: Sejarah Hoaks: Ditemukan Sejak Abad Ke-16, Berikut Kumpulan Buktinya dari Masa ke Masa
Ketika masih kecil, keluarga Hendrika Kelan pindah ke Papua. Di sana Hendrika Kelan masuk sekolah seminari Katolik dan menjadi frater.
"Saya memiliki semangat untuk melayani orang lain," katanya.
Namun selama itu, ia juga berjuang untuk menerima identitasnya dan mendamaikan keyakinannya dengan perasaan bahwa transpuan adalah dosa yang dilarang oleh agamanya.
Baca Juga: Bukan di Sekolah, Guru di Kota Bandung Mulai Gelar Kegiatan Belajar Tatap Muka di Rumah Siswa
Sementara itu, perasaan bahwa dia adalah seorang wanita yang terperangkap dalam tubuh pria semakin kuat. Saat itu lah Hendrika Kelan mulai melawan depresi.
"Saya tidak memberi tahu atasan saya tentang identitas diri saya, tapi saya pikir semua orang bisa melihat sisi kewanitaan saya," katanya.
Setelah dua tahun, Hendrika Kelan memutuskan untuk meninggalkan kebaktian gereja.
Baca Juga: Dari Senam TikTok hingga Membuat Masker, Simak 5 Inspirasi Lomba 17 Agustus di Tengah Pandemi