Influencer Dinilai sebagai Alat Propaganda, Pakar Kebijakan Publik: Sangat Membahayakan Publik

- 22 Agustus 2020, 15:02 WIB
Ilustrasi Influencer.
Ilustrasi Influencer. /PIXABAY/Diggity Marketing

PR BANDUNGRAYA – Belakangan ini dugaan terkait penggunaan uang negara sebesar Rp 90,45 miliar untuk jasa influencer menjadi sorotan publik.

Besarnya angka tersebut diungkapkan oleh peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha dalam konferensi pers pada Kamis, 20 Agustus 2020.

ICW menilai bahwa data yang diperoleh dari tahun 2017 itu menunjukan bahwa pemerintah tidak percaya diri dalam menjalankan program-programnya.

Baca Juga: Layanan Streaming Disney Plus Hostar Bisa Dinikmati Masyarakat Indonesia, Ini Biaya Berlanggannya

Terlebih menurut Egi jika institusi kehumasan pemerintah berjalan baik, maka untuk mensosialisasikan program kepada masyarakat tidak membutuhkan jasa influencer.

Tudingan tersebut lantas dibantah oleh Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Donny Gahral Adian.

Ia menyebutkan bahwa angka tersebut tidak seluruhnya digunakan untuk membayar influencer.

“Tidak mungkin Rp 90 miliar diberikan kepada influencer, influencer itu berapa? Jadi, influencer memang yang dipilih juga orang-orang yang kompeten, punya kemampuan, menguasai substansi. Jadi, kalau menyosialisasikan kebijakan yang benar apa salahnya? Kecuali mereka yang hanya memutarbalikkan fakta,” kata Donny seperti dikutip Pikiranrakyat-bandungraya.com dari Antara.

Baca Juga: Netflix Hadirkan Drive-In 'Stranger Things' di Los Angeles, Pusat Kota Akan Disulap Jadi Hawkins

Belum berhenti sampai di situ, polemik tentang influencer pun bertambah panjang, pasalnya saat ini fungsi dari influencer telah berubah menjadi alat propaganda publik.

Halaman:

Editor: Bayu Nurullah

Sumber: RRI Antara News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x