Tingkatkan Angka Kesembuhan, BPOM Berikan Izin Obat Favipiravir dan Remdesivir bagi Pasien Covid-19

- 6 Oktober 2020, 15:16 WIB
Halaman depan gedung Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Halaman depan gedung Badan Pengawas Obat dan Makanan. /PMJ News

PR BANDUNGRAYA - Jumlah kasus positif yang terifeksi virus corona di Indonesia kini semakin bertambah setiap harinya, bahkan jumlah kasus kematian akibat virus corona pun masih tinggi. 

Melihat kondisi tersebut maka pemerintah telah menetapkan dua jenis obat untuk perawatan pasien Covid-19. 

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menerbitkan izin penggunaan obat Covid-19 dalam kondisi darurat (Emergency Use Authorization/EUA).

Baca Juga: Pecah Rekor, Lee Mi Ho Jadi Seleb Korsel Pertama dengan 20 Juta Pengikut di Facebook dan Instagram

BPOM memberikan izin pada obat Favipiravir yang diberikan kepada Industri Farmasi PT Beta Pharmacon (Dexa Group) dengan merek dagang Avigan sejak September 2020.

Karena kebutuhan yang mendesak, PT Kimia Farma Tbk saat ini sudah memproduksi produk generik Favipiravir di Indonesia.

Tak hanya obat Favipiravir, BPOM juga memberikan izin obat Remdesivir yang diberikan EUA sejak tanggal 19 September kepada Industri Farmasi PT. Amarox Pharma Global, PT. Indofarma, dan PT. Dexa Medica.

Sebelum BPOM memberikan izin, kedua obat tersebut terbukti melalui uji klinik menunjukkan kemanfaatannya dalam menyembuhkan pasien Covid-19.

Dua obat ini memiliki kegunaan yang berbeda, Favipiravir digunakan untuk pasien derajat ringan dan sedang yang dirawat di rumah sakit. Sementara Remdesivir diberikan untuk pasien derajat berat.

Baca Juga: Ramai Tudingan Puan Mahari Matikan Mikrofon saat Rapat Paripurna, Begini Penjelasan Sekjen DPR

Dikutip Prbandungraya.pikiran-rakyat.com dari PMJ News, Kepala BPOM, Penny K. Lukito berharap penerbitan EUA dapat memberikan percepatan akses obat-obat yang dibutuhkan dalam penanganan Covid-19.

"Dengan tersedianya obat-obat tersebut diharapkan dapat meningkatkan angka kesembuhan dan menurunkan angka kematian pasien Covid-19 yang menjadi target pemerintah dalam percepatan penanganan Covid-19,” ujar Penny K. Lukito.

Meski sudah diberikan izin, para dokter dan tenaga kesehatan lain bekerja sama untuk berpartisipasi aktif dalam pemantauan terhadap khasiat dan keamanan melalui kegiatan Farmakovigilans.

Farmakovigilans merupakan kegiatan pemantauan dan pelaporan kejadian tidak diinginkan dan/atau efek samping obat pada pasien oleh dokter dan tenaga kesehatan lainnya di fasilitas pelayanan kesehatan.

Baca Juga: Demo Buruh Besar-besaran Hari Ini, UU Cipta Kerja Dinilai Rugikan Pekerja Khususnya Perempuan

Nantinya, semua laporan yang masuk ke BPOM akan dievaluasi secara periodik, sehingga obat tersebut tidak menimbulkan efek samping dalam jangka panjang bagi pasien Covid-19.

Jika ke depannya ditemukan frekuensi efek samping, maka BPOM akan melakukan tindak lanjut dengan memberikan komunikasi risiko dan pencabutan EUA.***

Editor: Bayu Nurullah

Sumber: PMJ News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah