Metaverse Ka’bah Bisa untuk Berhaji? Begini Jawaban Majelis Ulama Indonesia

10 Februari 2022, 21:15 WIB
Metaverse Ka’bah Bisa untuk Berhaji? Begini Jawaban Majelis Ulama Indonesia/PIXABAY/Konevi /

BANDUNGRAYA.ID - Apakah Metaverse Ka’bah bisa untuk berhaji? simak berikut ini adalah jawaban Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Seiring dengan perkembangan teknologi khususnya internet, saat ini muncul teknologi Metaverse yang memungkinkan seseorang melakukan aktivitas di dunia maya sama seperti di dunia nyata.

Teknologi metaverse adalah rekayasa untuk memindahkan dunia dan aktivitas di dalamnya ke alam virtual melalui wujud avatar atau karakter manusia.

Baca Juga: Profil Haji Lulung: Pengusaha KAYA RAYA Hingga Politisi Ulung yang Meninggal Dunia Hari Ini

Baca Juga: Mau Jual Beli NFT di Opensea Seperti Ghozali Everyday? Simak Aturan Berikut Dari Kemkominfo!

Terbaru, pemerintah Arab Saudi berencana akan membuat metaverse Ka'bah.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengemukakan bahwa mengelilingi ka'bah di metaverse merupakan hal yang baik.

Namun menurutnya, tidak dapat disebut sebagai bagian dari ibadah haji karena tidak memenuhi syarat pelaksanaan ibadah haji.

"Kalau ada orang yang akan menyelenggarakan ibadah haji secara virtual via metaverse berarti dia menyelenggarakan ibadah hajinya tidak secara fisik tapi hanya melalui penglihatan saja, maka hal demikian tentu sudah jelas tidak masuk ke dalam kategori sedang melaksanakan ibadah haji," katanya soal metaverse Ka'bah.

Metaverse adalah kombinasi dari berbagai elemen teknologi termasuk realitas virtual, realitas tertambah, dan video yang memungkinkan pengguna melakukan berbagai aktivitas dalam satu semesta digital.

Pemerintah Arab Saudi berencana menghadirkan ka'bah di metaverse, yang akan memungkinkan warga Muslim di seluruh dunia merasakan pengalaman melihat ka'bah dan hajar aswad secara virtual.

Baca Juga: Bacaan Surat Yasin Ayat 1-83 Tulisan Arab dan Terjemah Bahasa Indonesia Versi Kementerian Agama

Menurut Anwar, melihat ka'bah secara virtual rasanya akan seperti menonton program kuliner di televisi, menggugah selera tapi tidak bisa mengatasi lapar.

Anwar menjelaskan bahwa ibadah haji mencakup kegiatan fisik di tempat-tempat yang telah ditentukan seperti di Padang Arafah, Muzdalifah, Mina, ka'bah di Masjidil Haram, Shafa, dan Marwa.

Waktu pelaksanaan ibadah haji juga ditentukan pada bulan Dzulhijjah.

Anwar kemudian mengutip Hadis Nabi Muhammad SAW, "Barang siapa yang menjumpai wukuf di Arafah, maka ia menjumpai haji".

"Ini artinya kalau ada orang yang tidak bisa hadir di Padang Arafah pada waktu yang telah ditentukan oleh syara' tersebut, maka yang bersangkutan secara syar'iyah tidak bisa diakui telah melaksanakan ibadah haji karena yang bersangkutan tidak bisa hadir di tempat dimaksud pada waktu yang telah ditentukan," kata Anwar.

"Belum lagi yang menyangkut mabit di Muzdalifah, melempar jumroh di Mina, tawaf di ka'bah, serta sa'i antara Shafa dan Marwa. Itu semua harus dilakukan secara fisik di tempat dan waktu yang sudah ditentukan oleh syara'," ia menambahkan.

Anwar mengemukakan bahwa kehadiran Virtual Black Stone Initiative bisa dimanfaatkan untuk lebih mengenal ka'bah secara virtual dan memotivasi umat Islam untuk pergi berhaji ke Tanah Suci, tapi tidak bisa digunakan sebagai sarana untuk menunaikan ibadah haji.

"Sia-sia kah perbuatan tersebut? Saya rasa tidak, karena hal demikian jelas akan menimbulkan kebaikan dan manfaat bagi yang bersangkutan karena dengan itu dia akan tahu banyak tentang hal-hal yang terkait dengan masalah haji," kata dia.***

 

Editor: Siti Resa Mutoharoh

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler