Babak Baru Konflik Donald Trump-Xi Jinping, 24 Perusahaan Tiongkok Masuk Daftar Hitam AS, Apa Saja?

28 Agustus 2020, 10:43 WIB
Ilustrasi Donald Trump. /Pixabay/Heblo

PR BANDUNGRAYA - Pemerintahan Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok kembali memanas. Belum lama ini presiden AS Donald Trump mengancam tidak akan lagi berbisnis dengan Tiongkok.

Terbaru, Amerika Serikat memasukan 24 perusahaan Tiongkok ke dalam daftar hitam dan menargetkan individu sebagai bagian dari tindakan militer Beijing di Laut Cina Selatan (LCS).

Tiongkok yang merasa telah dipergunjingkan oleh pihak AS menyatakan tindakan AS sudah melanggar hukum internasional.

Baca Juga: Intip Taeyong NCT 'Pamer' Tato saat Syuting Bareng SuperM, Baekhyun Tunjukkan Reaksi Menggemaskan

Perusahaan yang masuk daftar hitam termasuk Guangzhou Haige Communications Group, beberapa perusahaan yang tampaknya terkait dengan China Communications Construction Co, serta Beijing Huanjia Telecommunication, Changzhou Guoguang Data Communications, China Electronics Technology Group Corp, dan China Shipbuilding Group.

Departemen Luar Negeri AS memberlakukan pembatasan visa pada individu Tiongkok yang dinilai bertanggung jawab atau terlibat dalam menghalangi akses negara-negara Asia Tenggara ke sumber daya lepas pantai.

Departemen Luar Negeri tidak menyebutkan nama-nama yang terkena larangan visa. Tetapi menurut pejabat senior departemen menjelaskan kepada wartawan, puluhan orang yang akan dikenakan pembatasan, ini adalah langkah terbaru AS untuk menindak perusahaan yang mendukung militer Tiongkok, jelang pemilihan presiden pada November mendatang.

Baca Juga: Lilac Path hingga Jo Malone, Ini Daftar Merek Parfum yang Digunakan Member TWICE

Sebagaimana Pikiranrakyat-bandungraya.com mengutip dari Warta Ekonomi, Jumat 28 Agustus 2020, Amerika Serikat menuduh Tiongkok melakukan militerisasi di LCS dan mencoba mengintimidasi negara-negara Asia lainnya.

Seorang pejabat pertahanan AS yang tidak mau diketahui identitasnya mengatakan, Tiongkok telah meluncurkan empat rudal balistik jarak menengah yang menghantam LCS antara Pulau Hainan dan Kepulauan Paracel.

Pada Selasa, 25 Agustus 2020, Tiongkok mengatakan, bahwa AS telah mengirim pesawat pengintai U-2 ke zona larangan terbam di atas zona latihan militer Tiongkok. Penerbangan U-2 sendiri dilakukan di wilayah Indo-Pasifik sesuai dengan aturan dan regulasi internasional.

Baca Juga: Bintang Man United Paul Pogba Positif Covid-19, Begini Kabar Terbarunya

Pakar LCS di pusat Kajian Strategi dan Internasional Washington, Greg Poling mengatakan, AS pertama kali menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Tiongkok atas tindakannya di LCS. Namun, hal ini dinilai menjadi langkah awal AS untuk meyakinkan mitra di Asia Tenggara bahwa AS dapat bersikap tegas.

"Ini adalah pertama kalinya As menggunakan segala jenis ekonomi terhadap entitas Tiongkok atas perilaku di Laut Cina Selatan. Ini bisa menjadi awal untuk meyakinkan mitra di Asia Tenggara bahwa kebijakan baru lebih dari sekedar retorika," kata dia.

Tiongkok mengklaim hampir semua wilayah LCS yang berpotensi memiliki kaya energi.

Baca Juga: Kasus Covid-19 Melonjak di Korea Selatan, The Swordsman hingga Space Sweepers Tunda Tayangan Perdana

Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam dinilai mengklaim bagian-bagian dari wilayah yang dilalui perdagangan yang disinyalir sekitar 3 triliun dolar AS setiap tahun.

Kamis, 27 Agustus 2020, melalui juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Zhao Lijian menilai tindakan dari Amerika Serikat merupakan pelanggaran hukum internasional atas sanksi yang diberikan pada Tiongkok.

"Tindakan AS terbaru ini mencampuri urusan dalam negeri Tiongkok, melanggar hukum internasional dan norma internasional terkait yang sepenuhnya di luar nalar hegemoni dan kekuasaan politik," ujar Zhao.***

Editor: Fitri Nursaniyah

Sumber: Warta Ekonomi

Tags

Terkini

Terpopuler