Kakek 75 Tahun di Soppeng Dipenjara Lantaran Tebang Kayu di Kebun Sendiri, Bukti Bayar Pajak Tak Dihiraukan

26 Januari 2021, 17:04 WIB
Tiga petani di Soppeng, Sulawesi Selatan divonis tiga bulan penjara. Gara-garanya, mereka menebang kayu di kebun sendiri. /Free Stock Photo pexels.com/

PR BANDUNGRAYA – Tiga petani di Soppeng, Sulawesi Selatan divonis tiga bulan penjara.

Gara-garanya, mereka menebang kayu di kebun sendiri.

Vonis dijatuhkan kepada Selasa, 19 Januari 2021 oleh hakim Pengadilan Negeri Watansoppeng, Sulawesi Selatan.

Baca Juga: Inter Milan Vs AC Milan Bersua di Coppa Italia, Kedua Pelatih Ngotot Raih Kemenangan

Dilansir dari laman Forest Digest pada Rabu, 20 Januari 2021, Natu bin Takka laki-laki berusia 75 tahun tersebut menebang kayu jati dari kebunnya.

Bersama saudaranya Ario Permadi dan Sabang bin Beddu, Natu menebang kayu untuk membuat rumah.

Ario dan Sabang pun turut menjadi terdakwa dan mendapat vonis yang sama karena perkara ini.

Baca Juga: Bingung Makan Siang dengan Apa? Jengkol Balado Bisa Jadi Pilihan Enak dan Mudah Dibuat

Natu, Ario, dan Sabang tinggal di Dusun Ale Sewo, Kelurahan Bila, Kecamatan Lalabata.

Hakim mendakwa mereka melanggar tiga pasal Undang-Undang Nomor 18/2013 tentang pencegahan dan pemberantasan persukan hutan (P3H).

Pasal tersebut adalah pasal 82 ayat 1b, pasal 82 ayat 2, atau pasal 83 ayat 1a, atau pasal 84 ayat 1 dan 3.

Baca Juga: IU Jadi Korban Buli di Grup Online, Agensi EDAM Entertainment Langsung Beri Tindakan Tegas

Hingga saat vonis dijatuhkan, keluarga Natu tidak tahu siapa yang melaporkan mereka bertiga.

Menurut Arida (anak kedua Natu), pada bulan Juli tahun lalu datang seseorang yang meminta Natu menghadap ke kantor Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan dan meminta maaf.

Natu menolak. “Bukan kebun saya yang masuk kawasan hutan, tapi hutan itu yang masuk kebun saya,” ujar Natu.

Baca Juga: Ramai Soal Potensi Gempa Dahsyat Akibat Sesar Lembang, Ini Penjelasan BMKG

Sejak saat itu, Natu menjadi tersangka hingga kasusnya bergulir ke pengadilan.

Pohon jati yang Ia tebang berjarak 200 meter dari rumah Natu.

Berada di kebuh seluas 26 are yang diolah oleh ayah dan kakek Natu dahulu, yang kemudian diteruskan oleh Natu untuk mengelola kebun tersebut.

Perkasa sengketa lahan ini memang kerap terjadi di kawasan hutan.

Natu membuktikan bahwa kebuh itu milik keluarganya dengan rutin membayar pajak.

Bukti bayar pajak yang masih tersimpan dari tahun 1997 hingga 2020.

Pajak yang dibayarkan terkahir sejumlah Rp 19.824,- sementara pada tahun 1997 pajak sebesar Rp 1.780,-.

Semua bukti itu diabaikan oleh hakim. Menurut Forest Digest, hakim Watansoppeng tidak melihat pasal 1 angka 6 Undang-Undang P3H.

Menurut Badai Anugrah, dari Konsorsium Pembaruan Agraria Sulawesi Selatan, bukti-bukti pengadilan seharusnya membuat Natu bin Takka, Ario Permadi, dan Sabang bebas dari vonis tersebut.

Menurut Forest Digest dilamannya, UU P3H dibuat untuk menjerat para pelaku pembalakan liar yang terorganisasi.

Namun, hingga tujuh tahun, tak satu pun penjahat hutan terorganisasi dijerat memakai pasal-pasal dalam undang-undang ini.

Selama lima tahun terakhir, menurut dara Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), sudah sebanyak 23 petani berurusan dengan hukum karena konflik klaim wilayah hutan.***

 

Editor: Rizki Laelani

Tags

Terkini

Terpopuler