Mengandung Babi, Vaksin AstraZeneca Tetap Digunakan di Negara Mayoritas Muslim, Ini Penjelasan MUI

21 Maret 2021, 15:29 WIB
MUI beri penjelasan soal vaksin AstraZeneca yang dikabarkan mengandung unsur babi, tetapi masih digunakan di negara mayoritas muslim. /PEXELS

PR BANDUNGRAYA - Salah satu vaksin Covid-19 yang saat ini digunakan, yaitu vaksin AstraZeneca diketahui mengandung unsur babi.

Selain itu, vaksin AstraZeneca juga dilaporkan telah terjadi kasus efek samping di beberapa negara Eropa.

Meskipun begitu, di negara-negara mayoritas muslim lainnya, vaksin AstraZeneca ini tetap digunakan.

Negara-negara yang tetap menggunakan vaksin AstraZeneca tersebut adalah Arab Saudi, Uni Arab Emirat, Suriah, Pakistan, Malaysia, Palestina, Bangladesh, Iran, dan Mesir.

Baca Juga: Peluang Semakin Besar, Kuota PPPK untuk Guru Honorer Agama Dibuka Sebanyak 27.303 Orang

Baca Juga: Persib Main di Piala Menpora 2021, Robert Alberts Komentari Duet Ferdinand Sinaga dan Ezra Walian

Berdasarkan informasi yang dilansir dari Antara, Arab Saudi baru-baru ini melaporkan tidak ada kasus pembekuan darah dalam penggunaan vaksin AstraZeneca.

Negara tetangga Malaysia awal Maret lalu mengeluarkan persetujuan bersyarat tentang penggunaan vaksin AstraZeneca dari Inggris.

Diketahui Malaysia sudah mulai program vaksinasi sejak akhir Februari dengan menggunakan vaksin produksi Amerika Serikat, Pfizer.

Sementara itu, Mesir telah menerima 50.000 dosis vaksin AstraZeneca pada Februari lalu untuk siap didistribusikan.

Baca Juga: Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 15 Resmi Ditutup, Ini Cara Mengetahui Lolos Seleksi atau Tidak

Baca Juga: Cek Fakta: Benarkah Jokowi Dituntut Soal Pemalsuan Ijazah hingga Mahasiwa UGM dan Alumni Lakukan Demo?

Masyarakat Mesir yang telah menerima dosis pertama vaksin AstraZeneca diminta untuk menunggu selama 12 pekan untuk vaksinasi dosis kedua.

Badan kesehatan dunia atau WHO mendesak negara-negara untuk terus melanjutkan vaksin Covid-19 buatan AstraZeneca tersebut.

"Vaksin AstraZeneca ini sangatlah penting khususnya karena vaksin tersebut mencakup 90 persen dari vaksin yang didistribusikan melalui COVAX," kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus.

Untuk menjamin keamanan dan kehalalan dari vaksin AstraZeneca tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengadakan kajian mendalam.

Baca Juga: Sebelum Trisutji Kamal Meninggal Dunia, Presiden Pertama RI Ir. Soekarno Sempat Sampaikan Pesan Ini

Kajian tersebut juga menindaklanjuti adanya kasus pembekuan darah yang diakibatkan vaksin AstraZeneca.

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 BPOM, Dr. dra. Lucia Rizka Andalusia, M Pharm, Apt., menyatakan bahwa tidak ada permasalahan terkait kualitas vaksin AstraZeneca secara menyeluruh.

“Manfaat pemberian vaksin Covid AstraZeneca lebih besar dibandingkan resiko yang ditimbulkan sehingga vaksin ini dapat mulai digunakan,” kata Lucia dikutip PRBandungRaya.com dari MUI, Minggu 21 Maret 2021.

Kemudian MUI menerbitkan fatwa terkait dengan penggunaan vaksin AstraZeneca ini.

Sidang fatwa MUI yang diadakan Selasa lalu menyimpulkan bahwa vaksin AstraZeneca ini hukumnya haram tapi mubah untuk digunakan.

Baca Juga: Kakak Aprilia Manganang Ternyata Alami Hipospadia, Jenderal Andika Perkasa: Amasya Ingin Diperiksa Juga

MUI menjelaskan bahwa vaksin AstraZeneca ini haram karena dalam proses pembuatan inang (rumah) virusnya, produsennya menggunakan tripsin dari pankreas babi.

Namun hukum penggunaannya menjadi mubah karena kondisinya darurat.

“Ada kondisi kebutuhan yang mendesak (hajah syar’iyah) yang menduduki kondisi darurat syar’iyah,” kata Ketua MUI Bidang Fatwa, KH. Asrorun Niam Sholeh.***

Editor: Bayu Nurullah

Sumber: MUI ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler