Indonesia Diserbu Investasi Tiongkok, Mantan Pemimpin KPK Ini Justru Ungkap Kekhawatiran

- 9 Desember 2020, 10:34 WIB
KETUA KPK Agus Rahardjo (ketiga kiri) didampingi Wakil Ketua Basaria Panjaitan (ketiga kanan), Alexander Marwata (kedua kanan), Saut Situmorang (kanan), Laode M. Syarif (kedua kiri), dan Juru Bicara Febri Diansyah (kiri) menyampaikan laporan kinerja KPK periode 2016-2019 di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/12/2019). Sebanyak 608 koruptor dari berbagai unsur dan enam korporasi telah dijerat KPK selama 2016-2019.*
KETUA KPK Agus Rahardjo (ketiga kiri) didampingi Wakil Ketua Basaria Panjaitan (ketiga kanan), Alexander Marwata (kedua kanan), Saut Situmorang (kanan), Laode M. Syarif (kedua kiri), dan Juru Bicara Febri Diansyah (kiri) menyampaikan laporan kinerja KPK periode 2016-2019 di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/12/2019). Sebanyak 608 koruptor dari berbagai unsur dan enam korporasi telah dijerat KPK selama 2016-2019.* /INDRIANTO EKO SUWARSO/ANTARA/ANTARA FOTO

PR BANDUNG RAYA –  Indonesia saat ini tengah diserbu oleh investasi-investasi dari berbagai negara, termasuk Tiongkok.

Diserbunya Indonesia oleh investasi-investasi dari Tiongkok ini justru menimbulkan kekhawatiran Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif.

Kekhawatiran Laode ini didasari oleh posisi Tiongkok yang menjadi negara teratas dengan pembayaran yang tidak benar atau improper payments.

Diketahui bahwa mencuatnya Tiongkok sebagai negara teratas dengan pembayaran yang tidak benar ini diketahui dari survei masalah US-Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) sepanjang 2011-2020.

Baca Juga: Aries dan 3 Zodiak Ini Akan Dapat Bulan Keberuntungan pada 2021, Bakal Sukses di Karier dan Cinta?

"Kalau kita melihat US-Foreign Corrupt Practices Act, lokasi improper payment nomor satunya Tiongkok, disusul Brazil, India, Meksiko, Rusia dan Indonesia," kata Laode dalam webinar bisnis di Jakarta, Selasa 8 Desember 2020.

Perlu diketahui bahwa US-FCPA adalah Undang-Undang Praktik Korupsi Asing yang didalamnya mengatur sekaligus melarang baik perusahaan atau individu AS untuk membayar sejumlah suap kepada para pejabat asing untuk kepentingan bisnis.

Dilansir dari laman https://fcpa.stanford.edu/, survei tersebut dilakukan untuk melihat masalah dalam penerapan US-FCPA di mana bagan ranking negara dalam survei tersebut menggambarkan negara-negara tempat suap ditawarkan atau dibayarkan, berdasarkan dugaan dalam tindakan penegakan yang dimulai dalam sepuluh tahun terakhir.

Baca Juga: Pilkada Serentak 2020 Digelar Hari Ini, Begini Pesan Mahfud MD Agar Tak Salah Pilih Pemimpin

Dengan hasil survei tersebut, Laode mengaku khawatir jika investasi Tiongkok datang membanjiri Indonesia.

"Saya sangat takut sedikit, bukan sedikit, tapi takut banyak, when Chinese become the biggest investor in Indonesia (kalau Tiongkok menjadi investor terbesar di Indonesia)," katanya.

Menanggapi kekhawatiran Laode, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan pemerintah Indonesia menegaskan bahwa tidak boleh ada satu negara yang mengontrol Indonesia dalam konteks investasi.

Indonesia, katanya, juga memberi perlakuan yang sama bagi semua negara mitra investasi, tidak terkecuali Tiongkok.

Baca Juga: Intip Sinopsis Sinetron Ikatan Cinta Malam Ini 9 Desember 2020: Elsa Ketar-ketir karena Al, Kenapa?

"Tiongkok ini negara yang ngeri-ngeri sedap juga, aku jujur saja. Tapi arah kebijakan kita ke depan, tidak boleh ada satu negara yang mengontrol Indonesia dalam konteks investasi. Kita harus memberikan kesamaan pada negara lain juga," tegasnya.

Kendati demikian, Bahlil mengakui investor Tiongkok memang termasuk yang paling berani dan nekad dalam hal investasi. Berbeda dengan negara lain seperti Jepang yang banyak pertimbangan dalam berinvestasi.

"Contoh, nikel. hampir semua sekarang smelternya dari Tiongkok. Tapi memang dari sisi mereka, ini yang paling berani. Kalau Jepang itu terlalu banyak penelitiannya. Negara lain juga begitu. Debatnya minta ampun. Memang yang agak nekad seperti kita orang timur ini, ya investor dari Tiongkok. Mereka kerja dulu baru mikir," jelasnya.

Baca Juga: Ronaldo Muluskan Langkah Juventus Kalahkan Barcelona dalam Liga Champions Grup G

Bahlil juga mengakui tidak semua investor Tiongkok baik dan taat aturan. Oleh karena itu, pemerintah berupaya agar bisa mengikat investor Tiongkok dengan perjanjian berusaha yang jelas agar tidak menimbulkan kerugian bagi masing-masing pihak.

"Sekarang tugas kita adalah bagaimana saat mereka investasi, kita harus ikat mereka dalam perjanjian yang clear and clean agar kemudian tidak menimbulkan hal-hal yang tidak berorientasi pada kerugian," katanya.

Mantan Ketua Umum Hipmi itu mengungkapkan, khususnya di sektor pertambangan, memang dibutuhkan investor yang berani karena sektor tersebut tinggi risiko.

"Nah secara kebetulan, yang beraninya lebih ini ya investor dari Tiongkok. Tapi, jangan juga kita ikuti keberanian ini tanpa mensiasti dengan aturan yang baik. Ini sekarang tugas kita yang harus kita lakukan," katanya.***

Editor: Abdul Muhaemin

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah