Time Traveling: Masjid Jakarta Islamic Center yang Terbakar Kubahnya, Begini Kisah di Balik Pendiriannya

- 1 November 2022, 06:04 WIB
Time Traveling: Masjid Jakarta Islamic Center yang Terbakar Kubahnya, Begini Kisah di Balik Pendiriannya
Time Traveling: Masjid Jakarta Islamic Center yang Terbakar Kubahnya, Begini Kisah di Balik Pendiriannya /Simas.Kemenag.go.id/

BANDUNGRAYA.ID - Kubahnya runtuh akibat habis terbakar saat direnovasi, Masjid Jakarta Islamic Center atau JIC menyimpan banyak cerita.

Masjid JIC yang berlokasi di Kecamatan Koja, Jakarta Utara, tersebut merupakan simbol perubahan status.

Perubahan status yang dimaksud adalah layaknya seorang manusia yang berhijrah menjadi lebih baik.

Diketahui bahwa tanah di mana masjid tersebut dibangun dahulunya merupakan tempat lokalisasi Wanita Tuna Susila (WTS).

Baca Juga: DKM Jakarta Islamic Center Pindahkan Lokasi Sholat Jumat ke Lokasi Ini, Update Pasca Kebakaran Kubah Masjid

Kawasan yang dulu dikenal sebagai Kramat Tunggak itu pada 2003 resmi dialihfungsikan sebagai pusat peribadatan umat muslim.

Area seluas 109.435 m2 tersebut sempat menjadi lokasi prostitusi terkenal, tak hanya di Indonesia, tetapi juga hingga ke Asia Tenggara.

Pada 1970-an, tempat maksiat tersebut didiami oleh 300-an WTS dan 70-an mucikari.

Jumlah itu terus meningkat seiring berkembangnya operasional kawasan tersebut, hingga menjelang penutupannya pada 1999 silam.

Tercatat 1615 WTS dan 258 mucikari menempati 277 unit bangunan dengan total 3546 kamar.

Berkembangnya lokalisasi tersebut menimbulkan protes dari para ulama dan masyarakat sekitar.

Baca Juga: Update Kebakaran Masjid Islamic Center Jakarta Utara: Kubah Habis Dilalap Si Jago Merah, Ada Korban Jiwa?

Dasar tuntutan penutupan tempat tersebut antara lain karena bertolak belakang dengan kultur masyarakat Betawi sebagai entitas asli kota Jakarta.

Diketahui bahwa masyarakat Betawi memiliki kebudayaan yang sangat dekat dengan syariat Islam.

Hasil survei publik yang dilakukan Dinas Sosial bekerja sama dengan Universitas Indonesia pada 1997 merekomendasikan agar lokalisasi tersebut ditutup.

Menindaklanjuti rekomendasi tersebut, pada 1998 Gubernur DKI Jakarta mengeluarkan SK penutupan kawasan.

Pemprov DKI Jakarta secara resmi menutup lokalisasi WTS Kramat Tunggak pada 31 Desember 1999.

Sutiyoso, Gubernur DKI Jakarta saat itu, memunculkan ide cemerlang, yaitu mengusulkan transformasi drastis.

Ia menggagas kawasan tersebut menjadi pusat peribadatan kaum Muslimin, Islamic Center.

Pada 2001 gagasan Sutiyoso mendapat dukungan berbagai kalangan, salah satunya Prof. Azzumardi Azra (Rektor UIN Syarif Hidayatullah).

Bukan proyek asal jadi, wacana pendirian tempat yang kemudian dikenal dengan Jakarta Islamic Center (JIC) tersebut merangkul banyak kalangan.

Konsultasi tak berhenti di situ, tim pendirian JIC bahkan melakukan studi banding ke Islamic Center di Mesir, Iran, Inggris, dan Perancis.

Berdirinya JIC tak hanya sebagai simbol kebangkitan umat melawan kemaksiatan, namun mempromosikan dunia Islam yang universal.

Universalitas ini meliputi fungsi bangunan yang tak hanya sebagai masjid.

Bangunan JIC meliputi fungsi-fungsi peribadatan, kediklatan, dan perdagangan atau bisnis.

Itulah sebabnya JIC hingga saat ini kerap dijadikan tempat masyarakat muslim mempelajari bahasa Arab.

Selain itu, sekitar kawasan JIC pun dimanfaatkan sebagai pusat perdagangan secara terkendali.***

Editor: Raabi Ghulamin Halim


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah