PR BANDUNGRAYA - Hasil dari pemantauan Bidang Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi (BMKG), terhadap anomali iklim global di Samudra Pasifik Ekuator hingga akhir September 2020, menunjukkan anomali iklim La Nina sedang berkembang.
Indeks ENSO (El Nino-Southern Oscillation) menunjukkan, suhu permukaan laut di wilayah Pasifik tengah dan timur dalam kondisi dingin selama enam dasarian terakhir, dengan nilai anomali telah melewati angka minus 0.5 derajat celcius, yang menjadi ambang batas kategori La Nina.
Perkembangan nilai anomali suhu muka laut di wilayah tersebut masing-masing adalah minum 0.6 derajat celcius pada bulan Agustus, dan minus 0.9 derajat celsius pada bulan September 2020.
Baca Juga: UU Pornografi Dianggap Tidak Mengikat, Pemeran Perempuan Video Asusila di Garut Tuntut MK
“BMKG dan pusat layanan iklim lainnya seperti NOAA (Amerika Serikat), BoM (Australia), JMA (Jepang) memperkirakan La Nina dapat berkembang terus hingga mencapai intensitas La Nina Moderate pada akhir tahun 2020,” kata Deputi BMKG Herizal sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-bandungraya.com dari situs resmi BMKG pada Sabtu, 3 Oktober 2020.
Lebih lanjut, Herizal mengungkapkan bahwa La Nina ini diperkirakan akan mulai menyeluruh pada Januari-Februari dan berakhir di sekitar Maret-April 2021.
Hal tersebut menunjukkan beberapa catatan bahwa La Nina diperkirakan dapat menyebabkan terjadinya peningkatan akumulasi jumlah curah hujan bulanan di Indonesia hingga 40 persen di atas normalnya.
Meskipun demikian, dampak La Nina yang terjadi di Indonesia tidak seragam. Pada Oktober hingga November, peningkatan curah hujan bulanan dapat terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia kecuali Sumatera.
Baca Juga: Untuk Pertama Kalinya dalam Sejarah, Situs Api Abadi Mrapen Padam
Kemudian, pada Desember hingga Februari 2021 mendatang, peningkatan curah hujan berpotensi terjadi di Kalimantan bagian timur, Sulawesi, Maluku, Maluku Utara dan Papua.