Baca Juga: Bosan WFH? Taman Hiburan Ini Tawarkan Paket Bekerja dari Bianglala
Dari kelima poin diatas terkesan bahwa Kemenko Perekonomian menutup-nutupi keterbukaan informasi, padahal informasi publik jelas tidak dapat dilakukan secara sepihak. Sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat 4 UU Bo. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Public (KIP).
Ada pun pasal 11 ayat e UU KIP yang menjelaskan bahwa perjanjian badan publik dengan pihak ketiga merupakan informasi terbuka yang wajib tersedia setiap saat.
Sehingga alasan apapun yang dilakukan Kemenko Perekonomian dalam menutup-nutupi informasi tidak bisa dibenarkan.
Baca Juga: Penari Latar Somi Dikecam Netizen, Dinilai Terlalu Caper dan 'Serakah' Soal Popularitas
Tak hanya itu, indikasi penyelenggaraan yang semena-mena juga tampak ketika Head Penanganan Perkara dan Produk Hukum PMO Prakerja, Boby Jaya Mustafa, tidak tahu ihwal notulensi dan daftar hadir pembahasan program Prakerja dengan delapan platform digital yang disebutkan oleh Direktur Komunikasi Program Kartu Prakerja, Panji Winanteya Ruky, pada akhir Desember 2019.
Pertemuan yang seharusnya didokumentasikan dengan baik justru tidak terdokumentasikan dengan benar, padahal rapat tersebut dipimpin langsung oleh Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto.
ICW menyimpulkan, pertama, alasan-alasan Kemenko Perekonomian dari setiap sidang seringkali berubah-ubah alasan sehingga memperpanjang waktu dan menyulitkan publik untuk mendapat informasi.
Baca Juga: Jelang Liga Champions, Simak 5 Catatan Penting Sebelum Menyaksikan Kompetisi Klub Tertinggi Eropa
Kedua, selain Kartu Pra Kerja yang maladministrasi, program ini juga dikelola dengan sangat tertutup.***