PR BANDUNGRAYA - Sejak pertama kali ditemukan akhir 2019 lalu, virus corona telah merubah banyak hal yang pada awalnya direncanakan. Bukan satu dua event besar dibatalkan demi menekan naiknya kasus Covid-19.
Memasuki pertenganan tahun 2020, sejumlah negara di dunia mulai melonggarkan lockdown termasuk di Indonesia sendiri yang mulai mengubah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) menjadi adaptasi kebiasaan baru (AKB).
Kebijakan memungkinkan masyarakat kembali beraktivitas normal dengan syarat tetap mengedepankan protokol kesehatan.
Baca Juga: 15 Teori Dibalik Video Klip BTS 'Stay Gold', Dari Lorong hingga Insiden Tabrakan Suga saat Trainee
Seperti dilansir PMJ Newe, Minggu 28 Juni 2020, studi terbaru Barcelona Institute for Global Health (ISGlobal) menunjukkan disiplin terhadap protokol kesehatan bisa menjadi senjata agar terhindar dari gelombang dua Covid-19 saat AKB mulai diterapkan.
Dalam studi yang diterbitkan di jurnal Nature Human Behaviour, Rodo dan tim membuat proyeksi berdasarkan model yang membagi populasi menjadi tujuh kelompok.
Mereka terdiri atas orang-orang yang rentan, dikarantina, terpapar, menular tidak terdeteksi, dilaporkan menular, pulih, dan meninggal.
Baca Juga: BLACKPINK 'How You Like That' Pecahkan 9 Rekor Baru Termasuk Penonton YouTube Terbanyak dalam 24 Jam
Model ini juga mensimulasikan tingkat karantina populasi dan berbagai strategi pasca aturan pembatasan. Rodo mengatakan, model dalam penelitian berbeda karena turut mempertimbangkan kembalinya orang yang semula mengalami lockdown ke populasi rentan.
Hal itu dapat membantu memperkirakan dampak pembatasan, mencakup perilaku, dan persepsi risiko sebagai faktor modulasi.
“Model ini dapat sangat berguna untuk negara-negara di mana puncak kasus Covid-19 belum tercapai, seperti yang ada di wilayah selatan dunia,” kata penulis dan peneliti ISGlobal, Leonardo Lopez.
Baca Juga: MV BLACKPINK 'How You Like That' Tuai Kontrovensi, Peletakan Patung Ganesha Dinilai Tak Sopan
“Itu akan memungkinkan mereka untuk mengevaluasi kebijakan pengendalian dan meminimalkan jumlah kasus dan kematian yang disebabkan oleh virus corona jenis baru," tuturnya.
Dalam studi, para peneliti ingin mengevaluasi secara kuantitatif relevansi tindakan pembatasan sebagai strategi bertahan sektor ekonomi.
Hasil penelitian menunjukkan, pelonggaran aturan pembatasan secara bertahap akan menghasilkan jumlah kasus Covid-19 dan kematian yang lebih rendah dibanding dengan pelonggaran lebih cepat.
Baca Juga: 3 Hari Gelar Tes Massal Covid-19 di Kota Bandung, BIN Temukan 8 Orang Positif Corona
Tim meneliti literatur yang ada pada beberapa tindakan perlindungan non-farmasi yang bisa ditempuh seperti pemakaian masker, pelindung wajah, dan menerapkan jaga jarak.
Meskipun langkah-langkah ini saja tidak dijamin untuk sepenuhnya melindungi orang dari kemungkinan terpapar virus corona, tapi kombinasi dari langkah-langkah ini dapat secara signifikan mengurangi risiko infeksi.
Para peneliti menyatakan, perilaku individu adalah kunci untuk mengurangi atau menghindari gelombang kedua Covid-19 di negara yang melonggarkan pembatasan demi kelangsungan ekonomi.
Baca Juga: Enam Kali Raih Predikat WTP, BPK Apresiasi Laporan Keuangan Pemkab Sumedang
Bahkan, di negara-negara yang miskin minim pengujian dan pelacakan kasus Covid-19, pemakaian masker, menjaga kebersihan tangan, dan menjaga jarak sosial sangat penting untuk mengurangi penularan virus.
“Jika kita berhasil mengurangi tingkat transmisi hingga 30 persen melalui penggunaan masker wajah, memastikan kebersihan tangan, dan menjaga jarak fisik, kita dapat secara signifikan mengurangi besarnya gelombang berikutnya. Mengurangi tingkat transmisi hingga 50 persen dapat menghindarinya sepenuhnya,” ucap Rodo.***