Soal Kerugian Pertamina, Politisi Partai Demokrat Menilai Kritik untuk Ahok sebagai Bentuk Kebencian

28 Agustus 2020, 20:12 WIB
Komisaris Utama PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. /Instagram.com/@basukibtp

PR BANDUNG RAYA – Terkait kerugian yang dialami PT Pertamina (Persero), Politisi Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean ikut menanggapi banyaknya hujatan yang dilemparkan kepada Komisaris Utama PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama atau biasa dikenal Ahok.

Sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-bandungraya.com dari Warta Ekonomi, Ferdinand membandingkan dengan kerugian yang dialami PT PLN (Persero) mencapai 38 triliun atau tiga kali lipat kerugian yang dialami Pertamina.

Menurutnya, terkait dengan kerugian PLN tidak ada yang meributkan atau menjadikan kambing hitam, dan menyalahkan komisarisnya.

Baca Juga: Subsidi BLT Rp 600.000 Belum Masuk Rekening, Ternyata Ini Penyebabnya

Ia berkesimpulan bahwa kritik terhadap kerugian Pertamina adalah bentuk kebencian kepada Ahok.

“PT @pln_123 rugi besar 38 T, 3 kali lipat lebih kerugian @pertamina, kenapa nggak ada yang ribut nyalahin komisarisnya? Jadi intinya, kritik atas Pertamina itu basis satu-satunya adalah kebencian kepada @basukibtp secara pribadi. Kalian lucu!,” kata Ferdinand dalam sebuah cuitan  di akun Twitter pribadinya, @FerdinandHAean3, pada Jumat 28 Agustus 2020.

Sebelumnya, Direktur Utama PT PLN, Zulkifli Zaini telah menyampaikan penyebab kerugian tersebut.

Menurutnya, PLN mengalami kerugian sebesar Rp 38,88 triliun itu diakibatkan oleh selisih nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

Baca Juga: Heboh, Kolaborasi BLACKPINK feat Cardi B Ditemukan di Daftar Lagu Album Pre-Order Resminya

Lebih lanjut pihaknya menturkan bahwa saat itu nilai tukar rupiah sempat menyentuh Rp 16,367 per US dollar, kondisi tersebut melonjak tinggi jika dibandingkan dengan 31 Desember 2019 sebesar Rp 14,244 per US dollar.

Namun demikian, ia menjelaskan pada triwulan pertama 2020, perusahan listrik negara masih mampu mencatatkan pembukuan laba usaha sebesar Rp 6,8 triliun, EBITDA positif Rp 16,93 triliun dan EBITDA margin Rp19,78 triliun.

Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization (EBITDA) merupakan ukuran kinerja keuangan perusahaan yang dapat mengukur pendapatan atau laba bersih sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi.

Baca Juga: Habiskan Dana hingga Rp 11,3 Triliun, Berikut Kelebihan Bandara Internasional Yogyakarta

Sampai dengan triwulan kedua 2020, pihaknya juga mencatatkan pembukuan laba kenaikan volume penjualan listrik sebesar 4,62 persen atau kenaikan sebesar 2,727 gigawatt hour dibandingkan dengan 59,059 gigawatt pada triwulan pertama 2019, menjadi 61,785 gigawatt pada triwulan pertama 2020.

“Dengan kondisi tarif yang tetap, tidak naik, pendapatan masih tumbuh 5,08 persen atau Rp 3,4 triliun dari Rp 66,85 pada triwulan pertama menjadi Rp 70,25 triliun pada tahun berjalan,” ujar Zulkifli Zaini.***

Editor: Bayu Nurullah

Sumber: Warta Ekonomi

Tags

Terkini

Terpopuler