Ekspor Kopi Gayo Anjlok hingga 70 Persen, Petani di Aceh Kian Terpuruk Akibat Permintaan Merosot

11 Oktober 2020, 17:51 WIB
Petani menjemur kopi arabika yang baru dipanen di tepi danau Laut Tawar, Aceh Tengah, Aceh, Minggu 19 Januari 2020. /ANTARA/Irwansyah Putra

PR BANDUNGRAYA - Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Disperindagkop) Aceh Tengah Joharsyah, mengungkapkan pandemi Covid-19 berdampak pada permintaan ekspor Kopi Gayo telah berkurang.

Sebagaimana dilansir Prbandungraya.pikiran-rakyat.com dari Antara pada Sabtu, 10 Oktober 2020, Joharsyah mengatakan bahwa permintaan ekspor Kopi Gayo mengalami penurunan.

Hal tersebut menunjukkan, aktivitas ekspor komoditas Kopi Arabika Gayo ke pasar internasional semakin terpuruk.

"Jadi kalau kita lihat itu, terjadi penurunan yang sangat signifikan sampai 70 persen. Itu berdasarkan hasil meeting kami beberapa hari lalu dengan Fair Trade, sebuah lembaga sertifikasi Internasional. Mereka juga terpuruk sekarang," kata Joharsyah.

Baca Juga: Begini Tanggapan Forum Rektor Indonesia Setelah Banyak Mahasiswa Demonstrasi Tolak UU Cipta Kerja

Joharsyah menjelaskan, hingga saat ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Tengah, masih terus berupaya untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Pihaknya, juga tengah mencari solusi agar komoditas kopi hasil panen tidak menumpuk di gudang, atau pun tertahan di tingkat petani.

"Jadi kita sudah banyak melakukan komunikasi, secara nasional maupun internasional, tapi memang seluruhnya sedang dalam kondisi sulit," ujar Joharsyah.

Lebih lanjut, Joharsyah menerangkan bahwa karena keterbatasan dana, pemerintah daerah tidak memungkinkan untuk membeli kopi dari petani.

Selain itu, pemerintah daerah akan kesulitan untuk menjual kembali kopi yang telah dibeli dari petani.

Baca Juga: Waspada Dampak Fenomena La Nina, BNPB Imbau Lakukan Mitigasi Mandiri

Joharsyah menambahkan, untuk membeli seluruh hasil panen kopi dari petani di daerah dataran tinggi Gayo, membutuhkan biaya besar.

Jika dihitung, biaya tersebut mencapai Rp 1.8 triliun, tentunya tidak sesuai dengan kemampuan keuangan pemerintah daerah.

Menurut Joharsyah, produksi kopi di Aceh Tengah berkisar antara 28.000 ton per tahun, atau sekitar Rp 1.8 triliun.

Perhitungan tersebut, berdasarkan luas lahan tanaman kopi yang mencapai 48.000 hektar.

Setiap satu hektar, rata-rata kopi yang dihasilkan sekitar 700 kilogram per tahun.

Baca Juga: Pasiter Kodim Brebes Cek Prasasti TMMD Reguler Brebes

Lebih lanjut, Joharsyah menjelaskan jika digabungkan antara produksi yang dihasilkan dari Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah, kebutuhan dana yang harus dianggarkan mencapai Rp 3.8 triliun.

"Untuk saat ini pemerintah daerah melalui Disperindag hanya bisa berupaya membantu para pelaku ekspor di bawah naungan koperasi dengan memberikan dana talangan agar kopi dari petani bisa terus dibeli," katanya.***

Editor: Bayu Nurulah

Sumber: Antara News

Tags

Terkini

Terpopuler