Miliki Banyak Nilai Gizi, Konsumsi Telur di Indonesia Malah Tergolong Rendah Dibanding Negara Tetangga

- 2 Maret 2021, 16:00 WIB
Konsumsi telur di Indonesia tergolong rendah.
Konsumsi telur di Indonesia tergolong rendah. /Pixabay



PR BANDUNGRAYA – Berdasarkan data dari Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar), konsumsi telur ayam di Indonesia tergolong rendah.

Pasalnya, jika dibandingkan konsumsi per kapita negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand, konsumsi telur ayam di Indonesia cukup tertinggal.

Tidak hanya konsumsi telur ayam saja yang rendah, konsumsi daging juga tergolong rendah jika dibandingkan negara-negara tetangga.

Baca Juga: PP Pengupahan Terbaru Atur Hak Istirahat Pekerja, Kemnaker Pastikan Upah Cuti Tetap Dibayar

Drh. Rakhmat Nuriyanto selaku Ketua Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) mengatakan konsumsi daging ayam masyarakat Indonesia sekitar 10 hingga 12 kilogram per kapita per tahun.

Dengan begitu, konsumsi daging ayam di Indonesia diperkirakan tidak lebih dari satu kilogram per bulan.

“Contohnya untuk ayam pedaging baru 10 – 12 kilogram per kapita. Sementara di Thailand sudah 20 kilogram ke atas, Malaysia 30 – 40 kilogram, kita masih sepertiganya dari negara tetangga,” tutur Rakhmat saat acara diskusi daring pada Selasa, 2 Maret 2021.

Baca Juga: Jurnalis Dilarang Lakukan 'Door Stop' Saat Liputan MICE, Ini Ketentuannya

Menurut Rakhmat, salah satu faktor yang mempengaruhi daya konsumsi telur yang rendah bukan karena daya beli yang lemah, tetapi karena masyarakat Indonesia belum teredukasi dengan baik tentang pemahaman produk telur.

Drh. Rakhmat juga menyitir data Badan Pusat Statistik pada Maret 2020 mengenai pengeluaran per kapita dalam sebulan untuk membeli rokok sekitar Rp73 ribu, sedangkan pengeluaran per kapita dalam sebulan untuk telur hanya Rp23 ribu.

“Pengeluaran untuk rokok Rp73 ribu itu untuk ayahnya saja, sementara kalau dibelikan telur itu Rp23 ribu bisa untuk satu keluarga. Padahal nilai gizinya luar biasa,” tuturnya dikutip PRBandungRaya.com dari Antara.

Baca Juga: Spoiler Drakor Love Alarm 2: Meningkatnya Ketegangan antara Song Kang, Kim So Hyun, dan Jung Ga Ram

Ia juga membandingkan harga per satuan telur yang relatif lebih murah dibandingkan kerupuk. Satu butir telur ayam bernilai Rp1.300, sedangkan kerupuk mulai dari harga Rp1.000 hingga Rp1.500.

“Harga kerupuk sekitar Rp1.000 sampai Rp1.500, sedangkan telur yang penuh gizi kurang lebih satu butir Rp1.300,” kata Rakhmat.

Selain karena edukasi tentang telur yang belum sampai kepada masyarakat Indonesia, rendahnya konsumsi telur menurut Rakhmat juga dipengaruhi oleh mitos.

Baca Juga: Perpres 10/2021 Dinilai Picu Kontroversi, Presiden Jokowi Akhirnya Cabut Lampiran soal Investasi Miras

Mitos yang beredar mengenai ayam broiler yang disuntik hormon, atau telur ayam bisa menyebabkan alergi dan meningkatkan kadar kolesterol dalam darah.

Salah satu praktisi kesehatan anak dr. Tirza Arif Santosa, SpA menjelaskan bahwa telur memiliki nilai gizi yang sangat banyak, dan merupakan sumber protein hewani yang tinggi, dibandingkan protein hewani lain.

Selain itu kandungan vitamin A, D, E, dan K, DHA serta omega 3 terkandung dalam telur, dan kandungan tersebut merupakan zat – zat penting untuk pertumbuhan otak dan tubuh anak.***

Editor: Elfrida Chania S

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x