Siarkan Aksi Unjuk Rasa Anti-Pemerintah, Media Berita di Thailand Terancam Ditutup Pengadilan

21 Oktober 2020, 13:42 WIB
Ilustrasi televisi: Media pemberitaan di Thailand terancam ditutup pengadilan karena siarkan aksi unjuk rasa. /PEXELS

PR BANDUNGRAYA - Sebuah media pemberitaan di Thailand terancam ditutup karena melaporkan fenomena aksi protes anti pemerintah di Bangkok. Muatan berita berisi par demonstran yang turun ke jalan di hari keenam gelombang unjuk rasa.

Media yang ditutup tersebut terhubung dengan mantan perdana menteri Thailand yang diasingkan, Thaksin Shinawatra.

Sebuah situs web, Voice TV yang sebagian besar dimiliki keluarga Thaksin merupakan salah satu dari empat organisasi media yang dikecam pemerintah setempat karena melaporkan berbagai gerakan aksi protes pro-demokrasi yang dipimpin banyak anak muda.

Baca Juga: ShopeePay Perkuat Keamanan Akun Pengguna dengan Rekognisi Wajah dan Sidik Jari

Ribuan pengujuk rasa yang mengkritik kebijakan pemerintah tersebut berkumpul di ibu kota setiap hari untuk berdemonstrasi.

Para demonstran dianggap sudah melanggar larangan pertemuan maksimal empat oran yang diberlakukan pemerintah Thailand pekan lalu. Aturan tersebut dibuat demi meminimalisasi penyebaran Covid-19.

Dalam aksinya, para demonstaran menuntut pengunduran diri perdana menteri mereka, Prayut Chan-ocha yang bisa berkuasa melalui kudeta dan reformasi monarki kerajaan. 

Baca Juga: Nokia Rancang Analitik Termal untuk Perangi Covid-19 di Tempat Kerja

"Kebebasan media penting tetapi dalam beberapa kasus ada beberapa media yang menyebarkan informasi yang menyimpang yang memicu keresahan," kata Prayut kepada wartawan setelah rapat kabinet menyusul putusan di pengadilan Bangkok pada 20 Oktober 2020.

Menurut Kementerian Ekonomi Digital dan Masyarakat setempat, kantor media yang ditutup tersebut diduga menerbitkan dan menyiarkan materi yang melanggar undang-undang kejahatan komputer dan dekrit darurat.

Namun Eksekutif Voice TV, Makin Petplai membantah tuduhan tersebut dan menganggap bahwa liputan protes telah membahayakan keamanan nasional.

Baca Juga: Besok Kota Depok Akan Lakukan Simulasi Vaksinasi Covid-19

“Sejak 11 tahun lalu Voice TV telah berkomitmen terhadap demokrasi serta memberikan ruang bagi opini warga Thailand dari semua sisi dengan keterbukaan, transpiransi, sertaa tanggung jawab terhadap fakta,” ucap Petplai dalam sebuah pernyataan di situsnya pada 21 Oktober 2020.

Sebagaimana dikutip Prbandungraya.pikiran-rakyat.com dari RRI, Komentator politik Voice TV, Virot Ali mengatakan media tersebut akan terus menyiarkan informasi secara daring sampai pihaknya menerima perintah tertulis dari pengadilan.

“Ini campur tangan langsung negara dan kami dipilih karena negara ingin menghalangi platform lainnya," tutur dia. 

Baca Juga: Komunitas Islam di Prancis Kian Bergejolak, 2 Wanita Muslim Ditikam Usai Dapat Hinaan Rasis

Putusan pengadilan dikeluarkan sehari setelah Kementerian Ekonomi Digital dan Masyarakat mengatakan telah menandai lebih dari 325.000 pesan di platform media sosial yang dianggap melanggar Undang-Undang Kejahatan Komputer.

Menurut para kritikus setempat, hal tesebut digunakan untuk memberangus perbedaan pendapat antar golongan.

Terdapat tiga media lainnya yang terancam penutupan serupa namun hingga saat ini pengadilan setempat belum mengumumkan hasil keputusannya.***

Editor: Fitri Nursaniyah

Sumber: RRI Human Right Watch

Tags

Terkini

Terpopuler