Tercatat 1615 WTS dan 258 mucikari menempati 277 unit bangunan dengan total 3546 kamar.
Berkembangnya lokalisasi tersebut menimbulkan protes dari para ulama dan masyarakat sekitar.
Dasar tuntutan penutupan tempat tersebut antara lain karena bertolak belakang dengan kultur masyarakat Betawi sebagai entitas asli kota Jakarta.
Diketahui bahwa masyarakat Betawi memiliki kebudayaan yang sangat dekat dengan syariat Islam.
Hasil survei publik yang dilakukan Dinas Sosial bekerja sama dengan Universitas Indonesia pada 1997 merekomendasikan agar lokalisasi tersebut ditutup.
Menindaklanjuti rekomendasi tersebut, pada 1998 Gubernur DKI Jakarta mengeluarkan SK penutupan kawasan.
Pemprov DKI Jakarta secara resmi menutup lokalisasi WTS Kramat Tunggak pada 31 Desember 1999.
Sutiyoso, Gubernur DKI Jakarta saat itu, memunculkan ide cemerlang, yaitu mengusulkan transformasi drastis.
Ia menggagas kawasan tersebut menjadi pusat peribadatan kaum Muslimin, Islamic Center.