Ribuan Buruh Demo Tolak UU Cipta Kerja, Kadin: Upah Minimum Kita Paling Tinggi Sedunia

- 14 Oktober 2020, 16:18 WIB
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang, dan Industri Indonesia (Kadin), Shinta Widjaja Kamdani. 
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang, dan Industri Indonesia (Kadin), Shinta Widjaja Kamdani.  /ANTARA

PR BANDUNGRAYA - UU Cipta Kerja hingga saat ini, masih menjadi perseteruan yang belum menemui kata usai, khususnya di kalangan kelompok buruh. 

Sejumlah pihak menilai, UU Cipta Kerja dapat melemahkan perekonomian di Indonesia, serta hanya memberikan keuntungan bagi pihak-pihak tertentu. 

Akan tetapi, sejumlah pihak lainnya menilai disahkannya UU Cipta Kerja merupakan pintu gerbang menuju perekonomian Indonesia yang lebih maju. 

Baca Juga: Belum Selesai Banjir, Tasikmalaya Diterpa Longsor, Rumah dan Kendaraan Warga Kena Imbas

Hal tersebut diungkap oleh Wakil Ketua Umum Kamar Dagang, dan Industri Indonesia (Kadin), Shinta Widjaja Kamdani. 

Sebagaimana dikutip Prbandungraya.pikiran-rakyat.com dari Antara, Shinta menyatakan bahwa UU Cipta Kerja merupakan modal awal, agar Indonesia mampu bersaing secara ekonomi di tingkat dunia.

Menurutnya, saat ini semua pihak sangat membutuhkan Omnibus Law, hal tersebut dikaitkan dengan proses pengajuan usaha, yang yang dinilai sering menjadi permasalahan utama. 

Baca Juga: Perbedaan iPhone 12 Pro dan iPhone 12 Pro Max yang Segera Diluncurkan Apple Tahun Ini

Selain itu, Shinta mengatakan bahwa sangat menyayangkan banyak pihak yang salah persepsi, karena tidak memiliki pemahaman terkait makna dari UU tersebut. 

"Indonesia mau menjadi negara maju, ekonomi lima besar dunia, kita harus perhatikan agar keluar dari middle income trap,” ujarnya. 

“Pertumbuhan PDB 7,4 triliun dolar AS. Cita-cita ini sangat indah, tetapi kita harus tahu bagaimana mencapai ini," kata Shinta.

Baca Juga: Kemungkinan BTS untuk Menunda Wajib Militer di Korea Selatan Masih Menjadi Perdebatan

Lebih lanjut Shinta menjelaskan, saat ini Indonesia belum memiliki daya saing yang dibutuhkan untuk mampu berada di tingkat dunia. 

Faktor penyebabnya yakni tidak adanya kepercayaan, dari investor asing, lokal, maupun UMKM, tentang potensi usaha di Indonesia. 

"Sekarang ini penyerapan investasi per Rp1 triliun itu hanya menyerap 1.200 pekerja. Jadi ini masalah yang harus diperhatikan. Kita harus investasi yang berkualitas," ujarnya.

Baca Juga: Dapat Julukan Boyband Terkaya, BTS Masih Sering Saling Pinjam Baju hingga Kartu Kredit Suga 'Dicuri'

Sementara, untuk persoalan upah yang menjadi pemicu terjadinya unjuk rasa, Shinta menyebutkan saat ini kebijakan kenaikan upah di Indonesia, memiliki predikat tertinggi di ASEAN. 

"Tidak hanya pesangon, upah minimum kita juga paling tinggi sedunia. Bandingkan saja dengan upah minimum negara-negara ASEAN,” ujarnya. 

Selain itu, Shinta merinci besaran upah pada 2020 antara lain di Vietnam sebesar 192 dolar AS, Thailand 245 dolar AS, Malaysia 294 dolar AS, sementara di Indonesia mencapai 313 dolar AS.***

Editor: Fitri Nursaniyah

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah