KPK Waspadai Maraknya Tindakan Korupsi Menjelang Tahun Politik

- 21 Oktober 2020, 06:01 WIB
Ilustrasi logo KPK: Jelang tahun politik KPK ungkap maraknya kasus tindak pidana korupsi.
Ilustrasi logo KPK: Jelang tahun politik KPK ungkap maraknya kasus tindak pidana korupsi. /pikiran-rakyat

PR BANDUNGRAYA - Telah jadi rahasia umum, momen jelang tahun politik biasanya jadi ajang unjuk gigi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pasalnya lembaga pemberantasan korupsi itu bakal disibukkan dengan kasus tindak pidana korupsi. Hal itu diungkap oleh Ketua KPK Firli Bahuri. 

"Kasus korupsi itu terjadi terbanyak terungkap oleh KPK di saat tahun politik, 2015, 2017, dan 2018," ucap Firli saat Webinar Nasional Pilkada Beintegritas 2020 yang disiarkan melalui YouTube KPK pada 20 Oktober 2020.

Baca Juga: Mesut Ozil Tersingkir dari Daftar Skuad Arsenal di Liga Europa

Firli mengungkapkan bahkan pada 2018 KPK telah menangkap 30 kepala daerah yang terjerat kasus korupsi.

"Bahkan 2018 itu tertinggi kasus korupsi yang tertangkap saya harus katakan itu, kasus korupsi tertinggi yang tertangkap karena bisa saja banyak belum tertangkap. Setidaknya 30 kali tertangkap kepala daerah," kata Firli.

Ia mengungkapkan menjelang pelaksanaan Pilkada banyak masalah yang akan terjadi salah satunya mengenai permasalahan pendanaan.

Baca Juga: Barcelona Vs Ferencvaros di Liga Champions, Berikut Prediksi hingga Susunan Para Pemain

Berdasarkan kutipan dari media Antara, KPK mengakui terdapat masalah kesenjangan sering terjadi lantaran biaya Pilkada dengan kemampuan harta pasangan calon kepala daerah banyak yang tidak mencukupi.

"Dari hasil penelitian kita bahwa ada kesenjangan antara biaya pilkada dengan kemampuan harta calon bahkan dari LHKPN itu minus. Jadi, total hartanya cuma rata-rata Rp18 miliar bahkan ada tidak sampai Rp18 miliar. Jadi, jauh sekali dari biaya yang dibutuhkan saat pilkada," tutur Firli.

Berdasarkan survei KPK pada pelaksanaan pilkada 2015, 2017, dan 2018, total harta rata-rata satu pasangan calon sebesar Rp18.039.709.967 bahkan terdapat satu pasangan calon yang memiliki harta dibawah Rp15.172.000.

Baca Juga: Berikut 4 kesepakatan dengan Jepang Usai Pertemuan Presiden Jokowi dengan PM Yoshihide Suga

"Jadi, ini wawancara 'indepth interview' ada yang ngomong Rp5 miliar sampai Rp10 miliar tetapi ada juga yang ngomong kalau mau ideal menang di pilkada itu bupati/wali kota setidaknya punya uang Rp65 miliar. Padahal, punya uang hanya Rp18 miliar, artinya minus mau 'nyalon' saja sudah minus," tuturnya.

Kemudian Firli menambahkan dari hasil penelitian setidaknya terdapat beberapa calon kepala daerah yang dibiayai oleh pihak ketiga atau sponsor hingga mencapai 82,3 persen.

"Dari mana uangnya? Uangnya dibiayai oleh pihak ketiga dan hasil penelitian kita 82,3 persen, biaya itu dibantu oleh pihak ketiga, 2017 82,6 persen dibantu oleh pihak ketiga, 2018 70,3 persen dibantu oleh pihak ketiga," kata Firli.***

Editor: Fitri Nursaniyah

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x