Ramai Diisukan Gempa Bumi di Selatan Jawa, BMKG Gelar IOWave2 Pelatihan Kesiapan Menghadapi Tsunami

6 Oktober 2020, 19:14 WIB
Ilustrasi Tsunami. /PEXELS/George Desipris

PR BANDUNGRAYA - Kegiatan IOWave20 kembali digelar oleh Inter-governmental Coordination Group/Indian Ocean Tsunami Warning Mitigation System (ICG/IOTWMS)-UNESCO, pada Selasa, 6 Oktober 2020.

IOWave20 merupakan latihan mitigasi dan evakuasi dalam upaya merespon sistem peringatan dini tsunami.

Kepala Pusat Gempa bumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono, mengungkapkan bahwa rangkaian kegiatan IOWave20 dilaksanakan sesuai dengan Guideline UNESCO No.105.

Baca Juga: Ini Dia Top Go-To Merchant Baru ShopeePay yang Bermanfaat untuk Kamu!

"Pelaksanaan kegiatan IOWave telah disepakati 3 skenario tsunami, yaitu di Sunda Trench (Indonesia), Andaman Trench (India), dan Makran Trench (Iran),” ujarnya.

“Namun Indonesia hanya akan fokus dalam skenario Sunda Trench, khususnya di selatan Pulau Jawa dengan gempa bumi magnitudo M9.1 dengan kedalaman 10 km,” kata Rahmat sebagaimana dikutip Prbandungraya.pikiran-rakyat.com dari situs resmi BMKG.

Rahmat menjelaskan bahwa kegiatan IOWave ini sangat penting, sebagai tindakan evaluasi peringatan dini tsunami, dan kesinambungan SOP dalam melibatkan pihak-pihak terkait.

Baca Juga: Maklumat Pemuka Agama Buat Petisi Tolak UU Cipta Kerja, Ditandatangani Lebih dari 500 Ribu Orang

Selain itu, dapat juga dilakukan evaluasi terkait perkembangan peralatan dan sistem komunikasi di setiap daerah yang berlaku 24 jam.

Peralatan diseminasi WRS NewGen saat ini sudah terpasang di 147 lokasi di seluruh Indonesia, termasuk di kantor BMKG, dan BPBD. 

Rahmat berharap, evaluasi tersebut dapat meningkatkan kesiapan petugas dalam menerima peringatan dini tsunami dari BMKG.

Baca Juga: Netflix Goda BLINK Rilis Trailer Film Dokumenter Light Up The Sky, Suguhkan Potongan Kisah BLACKPINK

Mengingat terjadinya lonjakan gempa bumi beberapa tahun terakhir, Kepala BMKG Prof. Dwikorita Karnawati menegaskan pentingnya gladi evakuasi.

“Kejadian gempa bumi sebelum tahun 2017 rata-rata hanya 4.000 hingga 6.000 kali dalam setahun, yang dirasakan atau kekuatannya lebih dari 5 sekitar 200 kali,” ujar Dwikorita.

“Ssetelah tahun 2017 jumlah kejadian itu meningkat menjadi lebih dari 7.000 kali dalam setahun. Bahkan tahun 2018 tercatat sebanyak 11.920 kali kejadian gempa. Ini namanya bukan peningkatan, tapi sebuah lonjakan," katanya.

Baca Juga: DPR Sahkan RUU Cipta Kerja Jadi Undang-undang, Awal Mula Kehancuran Lingkungan Gegara Omnibus Law

Dwikorita menjelaskan bahwa hingga saat ini belum ada teknologi yang mampu mendeteksi kapan akan terjadinya gempa bumi.

Sehingga, dalam upaya mengurangi risiko, sistem mitigasi dan tsunami perlu ditingkatkan, karena hal tersebut erat kaitannya dengan terjadinya tsunami seringkali dipicu oleh adanya gempa bumi.

"Intinya, kita harus selalu waspada dan siap apabila sewaktu-waktu terjadi gempa bumi dan tsunami. Inilah yang membuat kita harus selalu berlatih agar kita terampil cekatan, tidak canggung, tidak panik, dan tahu apa yang harus dilakukan seandainya terjadi gempa bumi dan tsunami," ujarnya.***

Editor: Fitri Nursaniyah

Sumber: BMKG

Tags

Terkini

Terpopuler