Setelah Dihantui Teror dan Intimidasi, 2 Petani Nipah di Sumatera Utara Ditahan, Begini Krolonogisnya

12 Februari 2021, 11:02 WIB
Ilustrasi petani. /PEXEL/Yogendra Singh

PR BANDUNGRAYA – Syamsul Bahri dan Samsir seorang petani nipah yang juga merupakan ketua dan anggota kelompok Tani Nipah ditahan oleh kepolisian sektor Tanjung Pura, Kabupateng Langkat, Provinsi Sumatera Utara pada Rabu, 10 Februari 2021.

Kasus ini bermula pada tahun 2018, kelompok Tani Nipah mendapatkan Surat Keputusan (SK) perjanjian pengelolan hutan berbasis kemitraan dengan KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Wilayah 1 Stabat, Desa Kwala Serapuh, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.

SK tersebut tentang Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (Kulin KK) antara Kelompok Tani Nipah dengan KPH, kawasn konsensi seluas kurang lebih 242 hektar.

Baca Juga: Puasa Rajab Bisa Dilaksanakan Mulai Besok 13 Februari 2021, Simak 3 Manfaat Berpuasa bagi Kesehatan Tubuh

Dengan adanya SK tersebut Kelompok Tani Nipah pun melakukan berbagai upaya rehabilitasi kawasan dengan penanaman mangrove atau bakau jenis Rhizopora, dan Nipah, mereka menanam mangrove, membuka benteng agar air leluasa keluar masuk untuk mengairi wilayah kelola masyarakat.

Tetapi dalam kawasan konsesi ditemukan perkebunan kelapa sawit seluas 65 hektar yang diduga tidak mengantongi izin, berada di Pulau Nibung (Pulau Serawak).

Padahal area tersebut merupakan kawasan hutan penyangga dan sumber mata pencaharian dari tiga kecamatan yaitu, Kecamatan Tanjung Pura, Kecamatan Gebang dan Kecamatan Brandan.

Baca Juga: BLT UMKM Dilanjutkan di Tahun 2021, Berapa Besaran yang Akan Diterima?

Sejak saat itu, kelompok Tani Nipah kerap kali mendapatkan teror dan intimidasi dari orang tak dikenal, salah satu bentuknya dengan menebangi pohon yang ditanami. Bahkan kawasan konsensi dijaga oleh oknum TNI (marinir).

Konflik terus terjadi dan tidak berkesudahan, hingga akhirnya pada tanggal 8 Februari 2021, Syamsul dan Samsir mendapat surat panggilan dari Kepolisian Sektor Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, atas pengaduan dari orang bernama Harno Simbolon.

Syamsul dan Samsir diminta hadir pada Rabu, 10 Februari 2021, pukul 12.00 WIB untuk dimintai keterangan selaku tersangka dalam kasus tindak pidana pengeroyokan dan atau penganiayaan yang dilakukan pada tanggal 18 Desember 2020 pukul 8.30 WIB.

Baca Juga: Pemerintah Bagikan Subsidi KPR hingga Rp40 Juta, Ternyata Ada Batasan Harga Rumah

Menurut Walhi, status tersangka tersebut sangat tidak beralasan, karena baik Syamsul dan Samsir tidak pernah diperiksa dan dimintai keterangan sebelumnya terkait tuduhan tersebut.

Berdasarkan kronologi kejadian yang dihimpun Walhi saat mendampingi masyarakat di lapangan. Pada Jumat, 18 Desember 2020 pukul 8.30 WIB kelompk Tani Nipah sedang melakukan kerja gotong royong untuk melakukan penanaman mangrove.

Kemudian seorang laki-laki bernama Harno Simbolon dan Amad (oknum perusahan), datang mendekati anggota kelompok Tani Nipah dan mengambil foto.

Baca Juga: Liga Champions Barcelona vs PSG : Alami Cedera, Neymar Dipastikan Lewatkan Laga 'Reuni'

Harno menelpon Ismail temannya dan mengatakan bahwa dirinya dipukuli. Setelah itu Harno terjun ke sungai dan berenang.

Anggota kelompok tani menyelamatkan Harno. Setelah keadaan aman, anggota kelompok tani menanyakan dan meminta klarifikasi dari kejadiaan tersebut, dan Harno mengatakan bahwa dia tidak dipukuli oleh kelompok tani nipah.

Kejadian tersebut diabadikan melalu kamera handphone oleh kelompok tani. Setelah keadaan membaik, Harno dijemput beberapa kawannya dan pulang.

Baca Juga: UMKM Butuh Modal hingga Rp10 Juta, Kemenkop UKM Bakal Luncurkan 3 Program Ini

Hingga saat ini masih belum ada kejelasan dari pihak kepolisian. Gerakan Penyelamatan Hutan Mangrove Pantai Timur Langkat (Gempita) mendesak enam gugatan, salah satunya mendesak agar Syamsul dan Samsir segera dibebaskan.***

Editor: Fitri Nursaniyah

Sumber: Walhi

Tags

Terkini

Terpopuler