PKS-Demokrat Didesak Jadi Perwakilan untuk Ajukan Judicial Review ke MK Soal Penolakan UU Ciptaker

16 Oktober 2020, 18:15 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi. /ANTARA/Aditya Pradana Putra

PR BANDUNGRAYA – Sebelumnya Presiden Republik Indonesia Joko Widodo atau Jokowi telah memberikan keterangan pers pada 10 Oktober 2020 mengenai UU Cipta Kerja.

Dalam keterangannya, Jokowi menyarankan kepada semua pihak yang menolak dengan disahkannya UU Cipta Kerja untuk mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Sebelumnya dikabarkan bahwa ada beberapa pihak yang akan maju untuk melakukan judicial review ke MK, salah satunya adalah organisasi Islam terbesar di Indonesia yaitu, Nahdlatul Ulama (NU), namun hal ini belum ada konfirmasi lebih lanjut.

Baca Juga: Simak Sejarah Hari Pangan Sedunia yang Diperingati Setiap Tanggal 16 Oktober

Dikutip Prbandungraya.pikiran-rakyat.com dari RRI, Pemerhati Hukdum Tata Negara, Said Salahudin mengatakan bahwa PKS dan Demokrat untuk melakukan legislative review dalam menggagas pembuatan undang-undang baru.

“Undang-undang baru yang saya maksudkan adalah sebuah undang-undang yang kira-kira judulnya adalah undang-undang tentang pencabutan atas UU Cipta Kerja," ujarnya.

Dalam proses tersebut, Salahudin mengatakan bahwa dalam undang-undang baru itu tidak perlu memuat banyak norma.

Tapi, memuat beberapa pasal yang pada intinya menyatakan bahwa UU Cipta Kerja dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh undang-undang baru tersebut.

Lebih lanjut, Salahudin menegaskan bahwa sebagai partai politik yang memiliki kursi di parlemen, PKS dan Demokrat mempunyai kewenangan seperti itu.

Ia menilai bahwa kader-kader mereka yang duduk di DPR memiliki hak konstitusional untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) sebab hak tersebut diatur dalam pasal 21 UUD 1945.

Baca Juga: Kerap Mewakili Suara Rakyat, Najwa Shihab Terpilih sebagai Wanita Paling Dikagumi Versi YuoGov

“Nah, gagasan untuk mengajukan RUU mengenai pencabutan UU Cipta Kerja oleh anggota-anggota DPR dari Fraksi PKS dan Demokrat menurut saya memiliki landasan yuridis yang kuat,” katanya.

Salahudin menjelaskan bahwa dasar dalam pembuatan undang-undang baru tersebut adalah rangka memenuhi kebutuhan hukum dalam masyarakat.

Alasan tersebut merupakan salah satu alasan normatif dalam membuat undang-undang. Hal ini ditambah dengan gelombang aksi unjuk rasa secara besar-besaran menolak UU Cipta Kerja.

“Nah, untuk membatalkan UU Cipta Kerja melalui proses ‘legislative review’, DPR seperti halnya MK juga memiliki hak menguji (‘toetsingsrecht’) sebuah UU yang ia bentuk sendiri,” ujar Salahudin.

Salahudin menilai bahwa anggota-anggota dari partai PKS dan Demokrat merupakan inisiator yang paling tepat sekaligus menjadi motor penggerak tanda tangan dalam mengusulkan RUU pembatalan UU Cipta Kerja.

Baca Juga: Sampaikan Pendapatnya ke MK, Siswa SMK Negeri 1 Ngawi Gugat UU Cipta Kerja

Ia menambahkan, dimulai dari kader-kader PKS dan Demokrat mereka dapat melakukan negosiasi bersama anggota-anggota DPR dari Fraksi lainnya.

“Orang seperti Fadli Zon dari Fraksi Gerindra, misalnya, mungkin juga mau ikutan tanda tangan. Bahkan, setelah terjadi aksi unjuk rasa besar-besaran kemarin, boleh jadi sekarang ini sudah ada fraksi lain yang mau memiliki pandangan berbeda dan bersedia mengubah sikap politiknya untuk mendukung pembatalan UU Cipta Kerja,” katanya. ***

Editor: Bayu Nurulah

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler