Perkasa sengketa lahan ini memang kerap terjadi di kawasan hutan.
Natu membuktikan bahwa kebuh itu milik keluarganya dengan rutin membayar pajak.
Bukti bayar pajak yang masih tersimpan dari tahun 1997 hingga 2020.
Pajak yang dibayarkan terkahir sejumlah Rp 19.824,- sementara pada tahun 1997 pajak sebesar Rp 1.780,-.
Semua bukti itu diabaikan oleh hakim. Menurut Forest Digest, hakim Watansoppeng tidak melihat pasal 1 angka 6 Undang-Undang P3H.
Menurut Badai Anugrah, dari Konsorsium Pembaruan Agraria Sulawesi Selatan, bukti-bukti pengadilan seharusnya membuat Natu bin Takka, Ario Permadi, dan Sabang bebas dari vonis tersebut.
Menurut Forest Digest dilamannya, UU P3H dibuat untuk menjerat para pelaku pembalakan liar yang terorganisasi.
Namun, hingga tujuh tahun, tak satu pun penjahat hutan terorganisasi dijerat memakai pasal-pasal dalam undang-undang ini.
Selama lima tahun terakhir, menurut dara Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), sudah sebanyak 23 petani berurusan dengan hukum karena konflik klaim wilayah hutan.***