RUU Larangan Minuman Beralkohol Tuai Kontroversi, Ketum PGI Desak DPR Bahas RUU PKS dan RUU PPRT

- 13 November 2020, 15:01 WIB
Ilustrasi minuman beralkohol.
Ilustrasi minuman beralkohol. /Pixabay/congerdesign

PR BANDUNGRAYA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol kini telah resmi masuk dalam Prolegnas DPR RI 2019-2024.

Setelah diajukan sejak 24 Februari 2020, RUU Larangan Minuman Beralkohol akan memuat berbagai sanksi pidana bagi penjual, penyimpan dan konsumen minuman beralkohol.

RUU Larangan Minuman Beralkohol ini diusulkan oleh 21 Anggota DPR RI dari Fraksi PPP, PKS, dan Partai Gerindra.

Baca Juga: The Panturas Luncurkan Lagu Baru Bertajuk Balada Semburan Naga

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum (Ketum) Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Gomar Gultom mengkritisi RUU Larangan Minuman Beralkohol.

Gultom memaparkan bahwa RUU Larangan Minuman Beralkohol bersifat infantil atau kekanak-kanakan.

"Saya melihat pendekatan dalam RUU Larangan Minuman Beralkohol ini sangat infantil, apa-apa dan sedikit-sedikit dilarang. Kapan kita mau dewasa dan bertanggung jawab?," kata Gultom.

Menurutnya, negara lain seperti Uni Emirat Arab, telah membebaskan minuman beralkohol untuk dikonsumsi dan beredar luas di masyarakat.

Baca Juga: Waspada! Produk Galon Air Minum Isi Ulang Diklaim Mengandung Bahan Kimia yang Berbahaya

Hal tersebut dinilai sangat bertolak belakang dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.

Gultom menekankan bahwa saat ini Indonesia membutuhkan penegakan hukum yang konsisten perihal peredaran minuman beralkohol, bukan justru melarangnya.

Lebih lanjut, Gultom memaparkan bahwa peredaran minuman beralkohol di Indonesia membutuhkan pengendalian, pengaturan, dan pengawasan yang ketat.

Apalagi sebelumnya telah diatur sejumlah aturan yang berkaitan dengan minuman beralkohol, salah satunya dalam KUHP Pasal 300 dan 492, serta Peraturan Perdagangan Nomor 25 Tahun 2019.

Baca Juga: ARMY Korea Ajukan Petisi Boikot Konser Big Hit Labels New Year's Eve Live 2021, Ini Alasannya

Dilansir Prbandungraya.pikiran-rakyat.com dari RRI, Gultom kembali menekankan bahwa tidak semua hal harus diselesaikan dalam undang-undang.

Terlebih tidak sedikit masyarakat yang memerlukan minuman beralkohol untuk kegiatan adat istiadatnya.

"Janganlah sedikit-sedikit kita selalu hendak berlindung di bawah undang-undang dan otoritas negara, dan dengan itu jadi abai terhadap tugas pembinaan umat," tuturnya.

Kendati membahas RUU Larangan Minuman Beralkohol, Gultom meminta pemerintah untuk membahas RUU yang lebih mendesak.

Di antaranya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).

Baca Juga: Tes Kepribadian: Gambar Pertama yang Terlihat Ungkap Cara Berpikir dan Sifat Asli Kamu

"Begitu banyak desakan dari masyarakat yang meminta agar DPR memprioritaskan pembahasan RUU PKS dan RUU PPRT, malah diabaikan," kata Gultom. 

Gultom mengatakan bahwa RUU PKS dan RUU PPRT justru perlu dibahas karena memerlukan regulasi terhadap masalah-masalah struktural yang dikandungnya.

"Padahal RUU (RUU PKS dan RUU PPRT) ini sangat mendesak karena menyangkut masalah-masalah struktural yang sulit diselesaikan tanpa kehadiran sebuah regulasi yang berwibawa," katanya.***

Editor: Bayu Nurulah

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x