Pengunjuk Rasa Pro-Demokrasi Thailand Memasuki Hari Keempat Menyerukan 'Bebaskan Teman-teman Kami'

19 Oktober 2020, 11:40 WIB
Ilustrasi demonstrasi hari keempat di Thailand. /Freepik

PR BANDUNGRAYA - Ribuan pengunjuk rasa pro-demokrasi menyerbu persimpangan utama Bangkok pada Minggu, 18 Oktober kemarin. Mereka menyiapkan poster-poster wajah para aktivis yang ditangkap polisi pascademo sebelumnya.

Para demonstran menentang aturan larangan pertemuan dan peringatan keras yang baru saja diluncurkan pihak berwenang.

Pemerintah menanggapi gerakan para demonstran dengan memberlakukan langkah-langkah darurat serius yang melarang pertemuan lebih dari empat orang dan mengizinkan penangkapan para pemimpin protes.

Baca Juga: 5 Pengakuan BTS Soal Kesulitan Menjadi Idol, dari Ujaran Kebencian hingga Kehilangan Banyak Teman

Pengesahan aturan tersebut membuat banyak masyarakat semakin jadi menyerukan pencopotan Perdana Menteri (PM) Prayut Chan-ocha, mantan panglima militer yang pertama kali dibawa ke kekuasaan dalam kudeta 2014. 

Polisi juga mengerahkan water cannon terhadap demonstran tak bersenjata pada hari Jumat di distrik perbelanjaan pusat Bangkok dalam peningkatan taktik yang memicu kemarahan di seluruh masyarakat Thailand. 

Tetapi tindakan keras itu telah membuat para pendukung gerakan yang didominasi pemuda menjadi semakin berani menyuarakan demokrasi. Sehingga pertambahan pendemo dengan jumlah besar muncul dalam protes gerilya setiap hari di sekitar Bangkok. 

Baca Juga: Pengakuan Teman Sel Pembunuh Sadis Samsul Bahri yang Kemarin Sempat Viral

Lokasi diumumkan satu jam sebelumnya untuk mengecoh pihak berwenang, yang menutup sebagian besar layanan Skytrain dan kereta bawah tanah kota untuk mencegah orang bergabung. 

“Saya tidak bisa membiarkan para siswa bertarung sendirian,” kata Phat, 24 tahun, seorang pengunjung reli pertama kali yang tiba di tempat protes hari Minggu di Monumen Kemenangan Bangkok.

"Saya ingin demokrasi sejati," katanya kepada Phat melanjutkan dikutip Prbandungraya.pikiran-rakyat.com dari Asia Times pada Senin, 19 Oktober 2020. 

Baca Juga: Meski Ada Ancaman Senjata, Ribuan Demonstran Belarus Tetap Turun ke Jalan

Ribuan orang turun ke jalan raya utama mulai pukul 16.00 waktu setempat sambil meneriakkan "Bebaskan teman-teman kami".

Mereka termasuk pengacara hak asasi manusia Anon Numpa, Parit Penguin Chiwarak, dan Panusaya Rung Sithijirawattanakul yakni tiga wajah paling dikenal dalam gerakan tanpa pemimpin yang secara konsisten menyerukan reformasi monarki. 

Di antara tuntutan mereka adalah penghapusan undang-undang pencemaran nama baik kerajaan yang kejam, yang melindungi Raja Maha Vajiralongkorn dari kritik, dan seruan agar raja tidak ikut campur dalam politik negara yang bergejolak. 

Baca Juga: Cara Mudah Menukar Kode Redeem Mobile Legends: Bang Bang, dari Skin hingga Item Menarik

Dulu hal tersebut tabu dilakukan di Thailand, masalah reformasi kerajaan yang diminta oleh pengunjuk rasa adalah salah satu tantangan terbesar yang dihadapi pemerintah konservatif yang berpihak pada militer kerajaan. 

Para pengunjuk rasa yang paham media sosial juga telah memanfaatkan cara-cara yang tidak ortodoks untuk menyebarkan pesan mereka, mengirimkan peringatan melalui kelompok yang baru dibentuk di Telegram (aplikasi perpesanan yang aman) dan mengambil tip dari protes pro-demokrasi Hong Kong. 

Di seberang kota di Asok, distrik perbelanjaan dan restoran yang populer, sekelompok kecil pengunjuk rasa berkumpul dan mempraktikkan isyarat tangan untuk memperingatkan satu sama lain jika pihak berwenang mengeluarkan tindakan keras lagi. 

Baca Juga: Menurut Penelitian, Orang dengan Golongan Darah O dan B Lebih Kebal Covid-19

“Saya pikir pemerintah menggunakan tindakan yang terlalu keras terhadap siswa pada hari Jumat, mereka hanyalah anak-anak dengan tangan kosong,” kata Suk, 65 tahun. 

Suk juga menyampaikan bahwa saat ini yang mereka miliki hanyalah ponsel mereka. 

Juru bicara Kepolisian Nasional Thailand, Yingyos Thepjumnong memperingatkan pengunjuk rasa Minggu pagi bahwa tidak ada aksi unjuk rasa yang menyebabkan kerusuhan dan kekacauan akan diizinkan. 

Baca Juga: Tak Disangka, Hasil Survei ASI: 20% Tidak Tahu Program Bantuan Kuota Kemendikbud

“Jika mereka menentang, polisi akan melakukan apapun yang diperlukan untuk menegakkan hukum,” kata Yingyos.***

Editor: Fitri Nursaniyah

Sumber: Asia Times

Tags

Terkini

Terpopuler