PR BANDUNG RAYA - Gejolak kisruh terkait junta militer Myanmar hingga saat ini belum kunjung mereda.
Seperti yang diketahui, konflik junta militer di Myanmar ini terjadi usai kudeta pada Februari 2021 lalu.
Bahkan tindakan pasukan militer Myanmar yang menggunakan kekerasan terhadap pengunjung rasa damai pro demokrasi menuai sorotan dunia, termasuk Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Baca Juga: BMKG Prediksi Potensi Cuaca Ekstrem Mulai Akhir Maret, Masyarakat Diimbau Waspada
PBB untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (UN Women) mengutuk tindak kekerasan yang dilakukan pasukan militer Myanmar terhadap para pengunjuk rasa perempuan.
“Tanggapan represif ini telah merenggut nyawa enam perempuan dan mengakibatkan penangkapan hampir 600 perempuan, termasuk perempuan muda, LGBTIQ, dan aktivis masyarakat sipil,” ucap Direktur Eksekutif UN Women Phumzile Mlambo-Ngcuka dikutip PRBandungRaya.com dari Antara.
Selain itu, Phumzile juga mengungkapkan bahwa para pengunjuk rasa pro demokrasi di Myanmar diduga mengalami pelecehan dan kekerasan seksual.
Baca Juga: Kebun Binatang Ragunan Dibuka Mulai Besok, Simak Ketentuan dan Cara Pesan Tiketnya
Dalam dunia politik di Myanmar, perempuan dianggap sebagai salah satu sejarah yang paling penting dalam berjalannya pemerintahan di negara tersebut.
Hal tersebut akhirnya menyebabkan PBB ikut menolak tindak kekerasan yang dilakukan oleh junta militer Myanmar karena telah melanggar hak-hak perempuan.
Selain itu, Myanmar juga memiliki pernah berkomitmen dengan menandatangani konvensi penghapusan segala bentuk kriminalisasi terhadap perempuan dalam pembangunan nasional atas dasar kesetaraan dengan lelaki.
Baca Juga: Gatot Nurmantyo Bocorkan Sosok yang Mengajaknya Gulingkan AHY di Partai Demokrat
UN Women mengatakan bahwa kudeta terhadap Au San Su Kyi merupakan pelanggaran terhadap hak-hak perempuan.
"Kami menyerukan kepada militer dan polisi Myanmar untuk memastikan bahwa hak berkumpul secara damai dihormati sepenuhnya, dan bahwa para demonstran, termasuk perempuan, tidak dikenai tindakan balasan,” ucap Mlambo-Ngcuka.
Baca Juga: Kemenhub Ungkap Fakta Lain Terkait Kecelakaan Maut Bus Pariwisata di Sumedang yang Menewaskan 29 Jiwa
Menurutnya, semua pihak otoritas Myanmar harus menghormati Hak Asasi Perempuan dan membebaskan bentuk penahanan terhadap perempuan.
Dengan demikian perempuan mempunyai banyak hak untuk menjadi seorang pemimpin dengan dilindungi hak-haknya.***