Diperkuat Pernyataan Jimly Asshiddiqie, Begini Cara BEM UI Buka Suara Soal Pembubaran FPI

- 5 Januari 2021, 11:09 WIB
Dokumentasi - Ratusan anggota Front Pembela Islam (FPI) dihadang aparat kepolisian saat melakukan unjuk rasa di Jakarta, Jumat 4 November 2016. Aksi tersebut menuntut pemerintah untuk mengusut dugaan penistaan agama: Terkait pembubaran FPI oleh pemerintah, BEM Universitas Indonesia buka suara.
Dokumentasi - Ratusan anggota Front Pembela Islam (FPI) dihadang aparat kepolisian saat melakukan unjuk rasa di Jakarta, Jumat 4 November 2016. Aksi tersebut menuntut pemerintah untuk mengusut dugaan penistaan agama: Terkait pembubaran FPI oleh pemerintah, BEM Universitas Indonesia buka suara. /ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/pd/aa. /ANTARA FOTO

PR BANDUNGRAYA - Pada akhir tahun 2020, Pemerintah Republik Indonesia menetapkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol, dan Atribut serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI).

Keputusan tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD apda 30 Desember 2020 di Kantor Kemenko Polhukam.

Kali ini Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) memberikan tanggapannya atas keputusan pemerintah tersebut dikutip PRBandungRaya.com dari Instagram @bemui_official pada Selasa 5 Januari 2021.

Baca Juga: 3 Bansos Ini Sudah Dicairkan Sejak 4 Januari 2021, Punya Anda Termasuk?

BEM UI mengeluarkan pernyataan sikap atas tindakan pemerintah melakukan pembubaran Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) tersebut tanpa mekanisme peradilan.

Pernyataan sikap yang dibuat Senin 4 Januari 2020 tersebut berisi tentang pengecaman terhadap segala bentuk pemberangusan demokrasi dan pembatasan HAM.

"Menanggapi tindakan pemerintah tersebut, BEM UI mengecam segala bentuk pemberangusan demokrasi serta pembatasan HAM dengan cara yang sewenang-wenang," kata Fajar Adi Nugroho, Ketua BEM UI.

Baca Juga: Netizen Indonesia Bingung, Iklan Coca-Cola Dinyanyikan BTS? Ini Konfirmasi Big Hit Entertainment

"Kendati demikian, prosedur dan landasan atas keputusan dilarangnya organisasi kemasyarakatan tersebut tidak merefleksikan Indonesia sebagai negara hukum sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD NKRI 1945," katanya.

Fajar mengutip pernyataan Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H yang menyatakan bahwa hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh dan/atau hanya untuk kepentingan penguasa secara bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi.

Halaman:

Editor: Fitri Nursaniyah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah