Kisah Marsinah, Sosok Aktivis Wanita Simbol Perjuangan Buruh

- 12 Oktober 2020, 12:54 WIB
Marsinah, Pahlawan Buruh.
Marsinah, Pahlawan Buruh. /Twitter.com/@mwv_mystic

PR BANDUNGRAYA – Ramai baru-baru ini aksi buruh dan mahasiswa menentang pengesahan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law yang dinilai menekan kesejahteraan rakyat kecil. 

Fenomena serupa ternyata telah dialami rakyat Indonesia. Banyak pasang surut mengenai aksi demo besar para buruh.

Contohnya, yang paling kontroversial adalah aksi unjuk Rasa kepada PT Catur Putra Surya (CPS) Porong, Sidoarjo, Jawa Timur yang tercetus pada tanggal 3 hingga 5 Mei 1993.

Baca Juga: Mendikbud Didesak untuk Segera Menyusun Kurikulum Pendidikan Baru Terkait Program Merdeka Belajar

Di mana yang menjadi sorotan adalah sosok Marsinah. Tentu saja nama Marsinah tidak asing di telinga rakyat Indonesia terutama di kalangan buruh, karena setiap tanggal 1 Mei nama Warsinah wara-wiri di berbagai laman media menjadi topik berita.

Marsinah lahir di Nglundo, 10 April 1969. Dia merupakan salah satu buruh pabrik jaman pemerintahan orde baru yang ikut menyuarakan 12 tuntutan yang diajukan para buruh.

Salah satu tuntutannya adalah perusahaan harus menaikkan upah pokok dari Rp1.700 per hari menjadi Rp2.250. Tunjangan tetap Rp550 per hari mereka perjuangkan dan bisa diterima, termasuk oleh buruh yang absen.

Baca Juga: Junjung Transparasi, Pembahasan Judicial Review UU Ciptaker di MK Harus Dilakukan secara Terbuka

Terait dengan pengumuman pada awal tahun 1993, Gubernur KDH TK I Jawa Timur mengeluarkan Surat Edaran No. 50/Th. 1992 yang berisi imbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20 persen dari gaji pokok.

Imbauan tersebut tentunya disambut dengan senang hati oleh karyawan, namun di sisi pengusaha berarti tambahnya beban pengeluaran perusahaan. PT CPS Porong membahas surat edaran tersebut dengan resah.

Halaman:

Editor: Fitri Nursaniyah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah