Sebuah studi dari University of Chicago pada April menyampaikan bahwa masker hibrida menggabungkan dua lapisan kapas 600 benang yang dipasangkan dengan bahan lain seperti sutra, sifon, atau kain flanel.
Baca Juga: Cair, 12,4 Juta Pekerja Dapat Subsidi Upah dengan Total Anggaran Rp14,88 Triliun
Hal itu dapat menyaring setidaknya 94 persen partikel kecil (kurang dari 300 nanometer) dan setidaknya 96 persen partikel yang lebih besar (lebih besar dari 300 nanometer).
Dua lapisan kapas terdiri dari 600 benang menawarkan tingkat perlindungan yang sama terhadap partikel yang lebih besar, tetapi tidak seefektif menyaring aerosol.
Studi tersebut melakukan pengukuran pada tingkat aliran udara yang rendah, sehingga masker mungkin memberikan perlindungan yang lebih sedikit terhadap batuk atau bersin.
Baca Juga: Pasar Tagog Padalarang Direvitalisasi, Ribuan Pedagang Dialihkan Sementara ke Blok Koneng
Namun, beberapa lapis kapas dengan benang tinggi lebih disukai daripada penutup wajah yang terbuat dari serbet atau kaos katun.
Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Hospital Infection pada Juni, menemukan bahwa masker yang terbuat dari kantong penyedot debu merupakan alternatif paling efektif untuk masker bedah, diikuti oleh masker yang masing-masing terbuat dari kain handuk teh, sarung bantal, sutra, dan kaos katun 100 persen.
Di lain tempat, sebuah penelitian dari University of Illinois menemukan bahwa kain katun baru sedikit lebih efektif daripada kaos katun 100 persen bekas dalam menyaring tetesan air saat seseorang batuk, bersin, atau berbicara.
Baca Juga: Begini Reaksi Dunia Soal Donald Trump Positif Covid-19, Netizen Tiongkok Heboh Mencibir di Weibo