Babak Baru Kasus Djoko Tjandra, Napoleon Bonaparte Merasa Dizalimi oleh Pejabat Negara

9 November 2020, 14:22 WIB
Terdakwa kasus suap penghapusan 'red notice' Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (2/11/2020). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/wsj. /

PR BANDUNG RAYA - Kasus ‘red notice’ Djoko Tjandra yang melibatkan Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Pol Napoleon Bonaparte telah memasuki babak baru.

Napoleon Bonaparte mengatakan dia merasa dizalimi dengan pernyataan dari pejabat negara soal tuduhan penghapusan nama Djoko Tjandra dari ‘red notice’.

"Dari bulan Juli sampai hari ini, saya merasa dizalimi melalui teks oleh pemberitaan pemberitaan 'statement' pejabat negara yang salah tentang tuduhan menghapus 'red notice'," kata Napoleon dalam sidang dengan agenda pembacaan nota keberatan (eksepsi) di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin 9 November 2020.

Baca Juga: Simak Dulu, Bisa Jadi Hal Ini Lo yang Sebabkan Kamu Gagal Dapatkan Kartu Prakerja

Perkara Djoko Tjandra yang menyeret namanya ini, Napoleon Bonaparte didakwa telah menerima suap untuk menghapus nama Djoko Tjandra.

Napoleon Bonaparte didakwa menerima suap 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS (sekitar Rp6,1 miliar) agar nama Djoko Tjandra dihapus Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi.

"Kesempatan hari ini sudah lama saya tunggu-tunggu Yang Mulia karena sebagai Kadivhubinter Polri yang dulu juga mantan Sekretaris NCB (National Central Bureau) Interpol Indonesia. Kami yang paling tahu kerja Interpol," ungkap Napoleon dilaporkan Antara.

Baca Juga: Penulis Terkenal 'The Alchemist', Paulo Coelho Tunjukkan Kecintaannya pada BTS

Napoleon merasa tuduhan tersebut membuatnya tidak mungkin menyampaikan jawaban karena hanya akan dianggap pembenaran diri.

"Kesempatan ini kami tunggu untuk menyampaikan apa yang dieksepsi, tuduhan penerimaan uang saya siap untuk dibuktikan didasari rencana untuk menzalimi kami sebagai pejabat negara," ujar Napoleon.

Dalam nota pembelaannya, pengacara Napoleon mengatakan tidak ada keterangan saksi yang termuat di dalam keseluruhan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Djoko Tjandra yang menerangkan keterlibatan langsung maupun tidak langsung dari Napoleon.

Baca Juga: Kenang Lagi Kata-Kata Sang Paman Saat Vakum, Andika: Omongan Itu Nyambuk Gue, Akhirnya Gue Berpikir

"Terhadap penyerahan dan penerimaan uang sebagaimana kuitansi kuitansi tanda terima uang tanggal 27 April 2020, 28 April 2020, 29 April 2020, 4 Mei 2020, 12 Mei 2020 dan 22 Mei 2020," kata pengacara Napoleon, Sastrawan.

Menurut Sastrawan "Interpol Red Notice" atas Djoko Soegiarto Tjandra Control Nomor: A-1897/7-2009 telah terhapus dari System Basis Data Interpol sejak tahun 2014 karena tidak ada Perpanjangan dari Kejaksaan RI sebagai Lembaga Peminta.

Menurut Sastrawan, "red notice" dan Daftar Pencarian Orang (DPO) pada SIMKIM Imigrasi adalah 2 hal yang berbeda sehingga hapus-nya nama Djoko Tjandra dari SPO SIMKIM Imigrasi bukanlah kewenangan dari Napoleon Bonaparto dan bukan pula implikasi dari surat No. B/1036/V/2020/NCB - Div HI tertanggal 5 Mei 2020 karena substansi isi surat tersebut hanya bersifat pemberitahuan.

Dalam dakwaan Napoleon disebut mendapat uang secara bertahap yaitu pada 28 April 2020 sebesar 200 ribu dolar Singapura, pada 29 April 2020 sebesar 100 ribu dolar AS, pada 4 Mei 2020 sebesar 150 ribu dolar AS dan pada 5 Mei 2020 sebesar 20 ribu dolar AS.***

Editor: Abdul Muhaemin

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler