Dukung Keputusan DPR RI, Kepala BKPM Sebut UU Cipta Kerja Merupakan UU Masa Depan

- 9 Oktober 2020, 09:33 WIB
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. /Instagram.com/@bahlillahadalia

PR BANDUNGRAYA – Pengesahan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja oleh DPR RI pada Senin, 5 Oktober 2020 lalu, masih menuai penolakan keras dari berbagai kalangan, terutama dari kelompok buruh dan pekerja.

Keputusan tersebut memicu terjadinya aksi demonstrasi besar-besaran di beberapa kota besar di Indonesia.

Kendati demikian, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia justru mengatakan Omnibus Law UU Cipta Kerja merupakan UU masa depan.

Baca Juga: Jelang Pilkada Serentak 2020, Kedisiplinan Protokol Kesehatan Harus Tetap Ditegakkan

Dilansir Prbandungraya.pikiran-rakyat.com dari Antara, Bahlil menjelaskan bahwa UU Cipta Kerja akan menciptakan lapangan kerja di masa mendatang.

"UU Cipta Kerja ini UU masa depan. Kenapa begitu? Karena UU ini yang akan menciptakan lapangan kerja bagi saudara-saudara kita yang belum dapat lapangan kerja," katanya, pada Kamis, 8 Oktober 2020 lalu.

Lebih lanjut, Bahlil memaparkan bahwa UU Cipta Kerja juga akan bisa mengakomodir bonus demografi yang akan diraih oleh Indonesia pada tahun 2035.

"Ini adalah undang-undang masa depan, ini adalah undang-undang untuk anak-anak muda yang di mana bonus demografi pada 2035 sedang puncak-puncaknya," tutur Bahlil.

"Bayangkan kalau ini tidak mampu menciptakan lapangan pekerjaan untuk adik-adik kita, kita akan menjadi generasi yang akan menyesal di kemudian hari," katanya.

Baca Juga: Di Tempat Tugas, Satgas TMMD Reguler Brebes Pelopori Bersih-bersih Lingkungan

Dikatakan Bahlil, bahwa saat ini BKPM memiliki dua prioritas, yakni mendukung transformasi ekonomi, dan mendorong investasi padat karya.

Transformasi ekonomi bisa dilakukan dengan mendorong investasi bernilai tambah, dan memiliki nilai teknologi.

Sedangkan investasi padat karya merupakan upaya untuk mendorong terjadinya penyerapan tenaga kerja.

Oleh karena itu, kedua prioritas tersebut harus dijalankan secara beriringan.

Kendati demikian, Bahlil mengakui bahwa investasi dengan teknologi tinggi bisa mengurangi penyerapan tenaga kerja, karena tergantinya tenaga manusia dengan mesin.

"Pada 2014, setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi penyerapan tenaga kerjanya 300 ribu orang. Sekarang, turun enggak sampai 200 ribu orang karena teknologi makin canggih," katanya.

Baca Juga: 7 Pernyataan Pemerintah Pasca Pengesahan UU Cipta Kerja yang hingga Kini Masih Menuai Polemik

Menyikapi kondisi tersebut, Bahlil memaparkan bahwa BKPM harus melakukan langkah strategis, sehingga investasi yang masuk bisa tetap membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya.

"Dengan beberapa syarat, teknologi tinggi tapi juga ada bagian yang digantikan tenaga manusia agar berimbang realisasi investasi dan penyerapan tenaga kerja," katanya.***

Berdasarkan data BKPM, hingga Semester I tahun 2020, realisasi investasi mencapai Rp402.6 triliun dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 566.194 pekerja dari 57.815 proyek.***

Editor: Bayu Nurullah

Sumber: Antara News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah