UGM mengembangkan vaksin dengan platform protein rekombinan, UI mengembangkan vaksin dengan platform DNA, mRNA, dan virus like-particles.
ITB mengembangkan vaksin dengan platform adenovirus dan Universitas Airlangga mengembangkan vaksin dengan dua platform, adenovirus dan adeno-associated virus (AAV).
Bambang menuturkan, pengembangan vaksin berbagai platform tersebut mirip dengan yang dilakukan oleh pihak luar negeri.
Ia mencontohkan seperti AstraZeneca yang menggunakan platform non-replicating viral vector, Moderna yang menggunakan platform RNA.
Sinovac dari Tiongkok yang menggunakan platform inactivated virus, dan CanSino Biological Inc dari Beijing Institute of Biotechnology yang menggunakan platform replicating viral vector.
“Perbedaan ini tergantung teknologi yang dikuasai masing-masing institusi atau peneliti,” ujarnya.
Baca Juga: Ratusan Ribu Orang Tandatangani Petisi Tolak Jurassic Park hingga Bintang Emon Angkat Suara
Walaupun dikerjakan secara masing-masing sesuai keahlian, Bambang akan memfasilitasi untuk produksi vaksin tersebut.
Tugas para institusi penelitian atau Kementerian Riset dan Teknologi adalah sampai kepada menghasilkan prototype atau bibit vaksin Covid-19.
Kemudian pengembangan lanjutan akan menjadi tanggung jawab PT Bio Farma untuk bisa melakukan uji klinis dan produksi pada vaksin tersebut.